TEMPO.CO, Jakarta - Saepul Anwar hanya bisa terbaring di dalam kamarnya. Pemuda 22 tahun ini masih meringkih kesakitan setelah disambar petir ketika mendaki Gunung Kencana, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Senin sore, 24 April 2017.
"Saya terkena efek petir yang menyambar pohon," kata Saepul saat ditemui di rumahnya, Perumahan Jatimulya, RT 02 RW 15, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Rabu, 25 April 2017. Tak hanya Saepul, dua teman yang merupakan tetangganya juga mengalami hal serupa. Mereka adalah Muhamad Iqbal, 17 tahun, dan Rizal Arkowi (21).
"Paling parah Iqbal, sampai mengalami luka bakar," kata Saepul. Bahkan, ketika turun gunung, harus ditandu oleh petugas evakuator di gunung tersebut. Iqbal mengalami luka bakar hampir separuh tubuhnya di bagian kiri, sedangkan Rizal mengalami luka di kaki.
Baca: 3 Pendaki Gunung Prau Tewas Tersambar Petir
Menurut dia, peristiwa itu terjadi pada pukul 15.30 WIB. Tiba-tiba di puncak, di ketinggian mencapai 1.803 meter di atas permukaan laut (mdpl), cuacanya mendadak gelap. "Kami segera berkemas untuk turun," katanya.
Tak lama kemudian turun hujan. Ia bersama dengan teman-temannya, serta pendaki lain, berteduh di bawah pohon rindang, sambil membentangkan terpal. Di saat bersamaan, petir menggelegar menyambar pohon yang dipakai berteduh. "Kami yang berada di luar terpal tersambar petir," kata Saepul.
Anak bungsu dari tiga bersaudara ini hanya bisa pasrah. Saepul bersama dengan dua temannya kemudian dievakuasi ke dalam tenda pendaki lain untuk pertolongan pertama. Sedangkan pendaki lain turun ke bawah meminta bantuan petugas pos penjagaan.
Tak lama berselang, petugas jaga dari posko penjagaan datang mengevakuasi korban luka bakar, M Iqbal. Ia harus ditandu menuruni puncak Gunung Kencana. "Saya dan Rizal bisa turun sendiri sambil merosot," ujarnya.
Sampai di bawah, sekitar pukul 19.00 WIB, korban tersambar petir dievakuasi ke Rumah Sakit Cibeurem dan baru esok harinya diperbolehkan pulang.
Saepul mengatakan tak mengetahui penyebab petir bisa menyambar pohon tempat mereka berteduh. Padahal ia mengaku semua perangkat komunikasi telah dimatikan. Meski demikian, kelompok pendaki asal Jatimulya tak kapok naik gunung. "Kami memang hobi naik sambil mengisi liburan," katanya.
ADI WARSONO