TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berang terhadap pegawai kelurahan yang masih mempersulit warga Jakarta dalam mengurus sertifikat kepemilikan tanah. Apalagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara tengah bekerja sama untuk mencatat seluruh kepemilikan tanah di Jakarta. Namun Ahok justru mendapati beberapa aduan ihwal pengurusan sertifikat yang dipersulit.
"Berarti ini oknum lurahnya ba**sat. Saya, kalau mendapatkan bukti, dia harus dipecat dan diproses hukum,” kata Ahok dengan nada geram, Kamis, 4 Mei 2017. “Sebab, secara logika, kalau orang sudah seratus tahun memiliki tanah, buktinya mana?"
Baca: Dipecat Atasan, Petugas Kebersihan Mengadu ke Ahok
Amarah Ahok memuncak saat mengetahui ada modus baru pungutan liar dalam pengurusan sertifikat tanah. Warga Jakarta bernama Sinta Satria, 64 tahun, mengadu tengah mengurus kepemilikan tanah milik sepupunya. Sepupunya itu dipaksa untuk membeli tanah oleh pegawai kelurahan. Padahal sepupu Sinta sudah menempati tanah tersebut selama 42 tahun.
"Saya diminta sama petugasnya beli tanah itu sama pemiliknya karena masih ada tuan tanahnya. Sedangkan pemilik tanah itu sudah meninggal dunia. Kata mereka, saya suruh ketemu bapak itu," kata Sinta.
Sinta mengaku hanya memiliki akta jual-beli (AJB) atas bangunan milik sepupunya itu. Jadi ia berencana mengurus kepemilikan tanah. Ia sudah mengurus di BPN Jakarta Pusat dan melakukan pengukuran tanah. Setelah itu, BPN meminta surat keterangan bahwa tanah itu tidak dalam sengketa dari kelurahan. Namun petugas kelurahan justru menunjuk seseorang agar Sinta membeli tanah dari orang tersebut.
"Saya bilang, ‘Kan, pemiliknya sudah meninggal, saya mesti cari di mana.’ Terus dia bilang, 'Oh, bisa ketemu. Nanti bisa dihubungi. Ibu cari saja bapak itu.' Saya lupa namanya siapa. Saya tanya, ‘Harganya berapa?’ Dia bilang, 'Bisa di bawah sertifikatlah. Kurang sedikitlah'," ujar Sinta menirukan petugas kelurahan itu.
Baca: Banyak Warga Kunjugi Balai Kota, Ahok Tak Terganggu
Sinta berat jika harus membeli tanah tersebut lantaran luasnya mencapai 170 meter persegi dan akan dipotong untuk jalan. Setelah dipotong, tanah milik sepupunya hanya akan tersisa sekitar 55 meter persegi. Sementara itu, Ahok menuturkan tanah yang sudah ditempati selama puluhan tahun tidak perlu dibeli lagi, apalagi kalau pemiliknya sudah meninggal dunia.
Menurut Ahok, kalau ada warga Jakarta yang sudah mendiami tanah selama 45 tahun ke atas lalu tiba-tiba ingin mengurus sertifikat dan sudah disetuji BPN, seharusnya jangan dipersulit. Namun, apabila petugas kelurahan mengatakan tanah itu milik seseorang yang sudah meninggal dan tetap dimintai biaya, itu patut dicurigai. "Ini berarti adalah modus menjual tanah yang tidak perlu dibeli," ujar Ahok.
Modus tersebut ternyata tidak hanya dialami Sinta. Setidaknya Ahok sudah menemukan lima kasus serupa di sejumlah wilayah. Ini sedikit berbeda dengan kasus terdahulu saat petugas kelurahan meminta imbalan sebesar 1 persen setiap ada jual-beli tanah. Namun aturan tersebut sudah dihapus.
"Sekarang lebih kurang ajar lagi,” ucap Ahok. “Padahal orang itu cuma ngaku ahli waris, mana suratnya? Suruh beli NJOP lagi. Kami ingin bantu orang miskin dapat sertifikat, malah dia malakin orang miskin. Berarti, kalau ini terbukti, lurahnya ba**sat," tutur Ahok.
LARISSA HUDA