TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Kwartir Daerah Gerakan Pramuka DKI Jakarta lengang. Tak ada kegiatan sejak pagi, Kamis, 18 Mei 2017. Beredar kabar dana operasional dan kegiatan Kwartir DKI mandek pasca majunya Sylviana Murni, Ketua Kwarda DKI, dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017, turut menambah pelik persoalan.
Nama Sylvi juga terseret kasus dana hibah Pramuka awal tahun ini yang masih disidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Hingga pukul 10.00 WIB, belum ada pegawai yang masuk dalam kantor dua lantai itu.
Baca: Sylviana Murni Jadi Saksi Kasus Dugaan Korupsi Dana Pramuka
Dari sepuluh orang pegawai Kwarda, baru tiga petugas keamanan yang hadir. Triyono, salah satu pengurus Kwarda akhirnya datang menjelang siang dan memaparkan kendala yang dialami Kwarda DKI.
"Dana hibah yang digunakan untuk kegiatan dan operasional Kwarda memang belum tahu kapan akan turun lagi. Perihal penyebabnya, saya nggak bisa komentar, tapi kalau imbasnya saya bisa ceritakan," ujar Triyono di kantor Kwarda DKI, Jalan Diponegoro 26, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 18 Mei 2017.
Menurut Triyono, dana hibah Pramuka ke Kwarda berhenti turun dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah DKI sejak Oktober 2016. Dana tersebut biasanya dipakai untuk mendukung kegiatan serta operasional kantor kwartir, tersalur hingga enam kwartir cabang di kota dan 44 kwartir ranting di kecamatan.
Triyono mengakui, selain biaya operasional kantor, gaji untuk pegawai terdampak mandeknya hibah. Kwarda DKI harus menghidupi 10 staf termasuk dirinya, yang bekerja sebagai pengurus, bendahara, tata usaha, hingga kurir dan keamanan.
Namun, kata Triyono, penanganannya tergantung bagaimana pengurus menyiasati kondisi ini. "Biasanya pengurus yang berada menalangi. Satu-dua bulan tidak masalah, tapi kalau dari November sampai sekarang?" ujar Triyono.
Triyono tidak merinci berapa biaya yang sempat tertalangi oleh masing-masing kwartir. Namun, Triyono menampik apabila hal itu yang menjadi penyebab terjegalnya beberapa kegiatan Pramuka di tingkat provinsi.
Triyono menggarisbawahi bahwa pasca ramainya kasus dugaan korupsi dana hibah Pramuka, banyak pihak yang cenderung mencurigai kegiatan yang diinisiasi pengurus kwartir. "Sebenarnya dengan kasus ini, kalau kami nggak dapat hibah, ya nggak masalah, masih bisa swadaya. Yang jadi masalah itu, sekarang kalau kami mau ngadain kegiatan, di mata kwartir ranting, cabang, dan sebagainya, legalitasnya diragukan," kata Tri.
Tri menceritakan Sylvi sempat datang sebulan yang lalu ke Kwarda. Namun tetap sulit untuk meyakinkan DPRD DKI untuk membiayai kegiatan Pramuka ke depan dengan kasus yang masih disidik Bareskrim Polri.
Apalagi kini Sylvi tak lagi menjabat sebagai Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Budaya dan Pariwisata. "Ini DPRD juga nggak pernah ngundang kami lagi, setelah kasus ini nggak ada lagi undangan. Biasanya penyusunan anggaran selalu undang kami," tutur Triyono.
Baca juga: Kasus Dana Pramuka DKI Diduga Digelembungkan, Ini Modusnya
Pada 3 Mei 2017, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan Deli Indrayanti, Bendahara Kwarda DKI periode 2014-2015 sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana hibah Pemprov DKI Jakarta di Kwarda Gerakan Pramuka DKI Jakarta tahun anggaran 2014 dan 2015. Kini Deli sedang menjalani masa tahanan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, karena kasus dugaan korupsi proyek rehabilitasi Gedung SMPN 187, Jakarta Barat.
AGHNIADI