TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta akan mendampingi korban Herianto, 21 tahun, Aris (33), dan Bihin (39), warga Tangerang, untuk mengajukan permohonan praperadilan terhadap Kepolisian Daerah Metro Jaya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, hari ini.
"Sidang pertama akan dilaksanakan pada 29 Mei 2017 dengan agenda pembacaan permohonan praperadilan," ujar pengacara LBH Jakarta, Bunga Siagian, di Kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Ahad, 28 Mei 2017. Alasannya, ketiga korban disiksa untuk mengakui perbuatan mencuri yang tidak dilakukannya.
Baca: Merasa Salah Tangkap, Ibu Melapor Penangkapan Anaknya ke Polri
Herianto, Aris, dan Bihin menyatakan mereka disiksa dan dipaksa penyidik kepolisian di Polda Metro Jaya untuk mengaku sebagai pelaku kasus pencurian sepeda motor atau curanmor di swalayan di Tangerang pada 7 April 2017.
Tiga orang itu dituduh terlibat pencurian telepon seluler dengan modus pecah kaca. Polisi menyita ponsel dan dompet mereka. “Barang-barang mereka disita secara tidak sah. Mereka juga ditahan tanpa ada pemberitahuan ke keluarga," ucap Bunga.
Menurut Bunga, mereka ditahan tanpa surat penangkapan, surat penahanan, dan surat penyitaan terhadap barang-barang secara sah. "Parahnya lagi, mereka disiksa secara tidak manusiawi," ujarnya.
Tindakan penyiksaan yang dilakukan penegak hukum tersebut, kata Bunga, dapat dilaporkan sebagai perbuatan pidana. "Terkait dengan penganiayaan, yakni Pasal 351-357, Pasal 421, dan 422 KUHP," katanya.
Selain aturan pidana, menurut Bunga, tindakan penyiksaan yang tidak manusiawi merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia. “Bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998," tuturnya.
Tindakan yang dilakukan Polda Metro Jaya terhadap Herianto, Aris, dan Bihin, kata Bunga, merupakan pelanggaran terhadap Pasal 17, 18, 21, 24, 28, dan Pasal 42 KUHAP.
Bunga menuturkan praktik penyiksaan terhadap orang yang diperiksa untuk mendapatkan pengakuan sebagai alat bukti masih terjadi hingga saat ini. "Kepolisian secara konsisten menjadi pelaku penyiksaan pada proses penangkapan, pemeriksaan, ataupun penahanan," ucapnya.
LBH Jakarta, ujar Bunga, mengungkap beberapa kasus dalam belasan tahun terakhir. Pada 2008, kata dia, LBH menemukan 83,6 persen orang yang diperiksa kepolisian mengaku mengalami penyiksaan. “Angka ini bertambah sejak 2005, yaitu 81,1 persen,” katanya.
Baca juga: Praperadilan Koko Terancam Batal
Tingginya kasus penyiksaan terlihat pada laporan LBH Jakarta 2012 berjudul Indeks Persepsi Penyiksaan. Pada 2017, kata Bunga, kasus kekerasan kembali terjadi dalam proses penangkapan.
IRSYAN HASYIM | ALI ANWAR