TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat tetap akan mempercayai opini apapun yang akan disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Provinsi DKI Jakarta. Djarot mengatakan akan tetap menerima opini yang disampaikan BPK meski lembaga tersebut tengah tersandung kasus suap.
Opini tersebut akan disampaikan BPK dalam rapat paripurna yang digelar besok, Rabu, 31 Mei 2017. "Anda tidak boleh menggeneralisasi kasus by kasus tidak baik apalagi menyangkut lembaga besar. Selalu ada oknum, di media pun juga ada oknum," ujar Djarot di Balai Kota, Selasa, 30 Mei 2017.
Bahkan Djarot menuturkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab juga berkeliaran di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Meski begitu, Djarot mengatakan masyarakat tidak bisa menyamaratakan pendapat bahwa pegawai negeri sipil (PNS) DKI Jakarta tidak baik, kotor, atau jahat.
Baca: 7 Orang Ditangkap KPK, Salah Satunya Auditor Utama BPK
"Apakah orang Pemprov DKI semuanya baik? Tentu saja tidak. Ada juga satu dua orang yang nakal. Jadi Anda tidak bisa menyatakan seluruh pegawai Pemprov DKI adalah jahat atau koruptor," ujar Djarot.
Dengan ditemukannya kasus pejabat eselon 1 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat, 26 Mei lalu, Djarot mengatakan, itu bukan berarti hasil audit BPK harus dipertanyakan. Pasalnya, Djarot menyakini masih banyak pejabat BPK yang bekerja secara profesional.
"Saya sepuluh tahun jadi wali kota, saya tidak pernah melakukan macam-macam seperti ini. Banyak pegawai BPK yang kredibel, integritas, dan professional. Tergantung ya sistem bagus jadi tergantung orang yang memegang sistem itu," kata Djarot.
Baca: KPK Sebut BPK Punya Temuan Baru Soal Sumber Waras
Sejak 2013, Pemprov DKI Jakarta selalu mendapatkan opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas LHP oleh BPK. Hal itu pun diakui oleh Djarot atas beberapa masalah yang terjadi dalam pencatatan keuangan di DKI. Masih sama dengan tahun sebelumnya, opini wajar dengan pengecualian (WDP) masih disebabkan oleh buruknya pencatatan aset oleh Pemprov DKI Jakarta. Bahkan opini BPK tersebut masih sama dengan laporan tahun anggaran 2014.
LARISSA HUDA