TEMPO.CO, Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar dengan Pengecualian (WDP) untuk laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2016. Opini ini masih sama dengan tahun lalu. “Temuan tersebut sebagian sudah ditindaklanjuti, tapi belum memadai,” kata anggota V BPK, Isma Yatun, di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Rabu, 31 Mei 2016.
Baca: Djarot Prediksi Jakarta Dapat Opini WDP Lagi dari BPK
Isma Yatun mengatakan BPK masih menemukan permasalahan signifikan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan DKI terkait dengan aset tetap, piutang pajak, dan piutang lainnya. Semua itu mempengaruhi penilaian BP terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan. “Rekomendasi BPK sudah ditindaklanjuti, tapi tetap ditemukan permasalahan,” ujarnya.
Baca: Pejabat BPK Ditangkap KPK, Harry Azhar Sarankan Mundur
Ada beberapa hal yang dicatat BPK yang dinilai bermasalah, yaitu sistem informasi aset belum mendukung pencatatan aset sesuai dengan standar akuntansi, inventarisasi aset belum selesai, serta data kartu inventaris barang tidak informatif dan tidak valid.
Selain itu, BPK menemukan masih ada penyusutan aset yang tidak didukung kertas kerja penyusutan. Pemerintah Provinsi DKI juga mencatat aset tanah yang sama, tapi dicatat pada tiga satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang berbeda. Ada pula yang dicatat pada dua SKPD berbeda.
Baca: Mantan Pejabat Curigai Opini WTP dari BPK untuk Pemda Se-Papua
Dalam laporan lain, BPK menemukan ada aset yang dicatat tanpa informasi lokasi dan sertifikat tanah. Kemudian, aset peralatan dan mesin tidak didukung data rincian. Aset gedung dan bangunan serta aset jalan irigasi dan jaringan masih dinilai Rp 0, Rp 1, Rp 1.000, dan minus. Aset tetap pada Dinas Pendidikan tidak didukung data rincian.
Dengan begitu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendapatkan opini wajar dengan pengecualian sebanyak empat kali berturut-turut. Opini wajar dengan pengecualian diperoleh DKI sejak kepemimpinan Joko Widodo dan diteruskan kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
LARISSA HUDA