TEMPO.CO, Jakarta - Arief Budianto, 40 tahun, penyandang disabilitas bercerita tentang kesulitan dia mudik ke kampung halamannya di Kebumen, Jawa Tengah. Arief mengaku digotong karena sulitnya akses bagi penyandang disabilitas. "Saya mudik terakhir lima tahun lalu. Saat itu, saya dan keluarga naik bus yang tak ramah disabilitas," katanya saat dijumpai di Wisma Mandiri I, Jakarta Pusat, Jumat, 23 Juni 2017.
Arief tidak bisa berjalan dengan normal setelah mengalami kecelakaan pada 1997. Sehari-harinya, Arief menggunakan kursi roda untuk bepergian.
Mimpi buruk itu pupus ketika ia mendapat kesempatan untuk ikut mudik gratis dari Bank Syariah Mandiri Lewat program Mudik Ramah Anak dan Disabilitas, Arief punya kesempatan untuk bertemu sanak keluarga di kampung.
Baca: Jalur Mudik Padat, Tol Jakarta-Cikampek Memberlakukan Lawan Arus
"Alhamdulillah ada mobil akses untuk disabilitas jadi tidak perlu digotong lagi. Di sana juga ada tempat untuk rebahan. Ini pertama kali buat saya," ujarnya.
Ketua Jakarta Barrier Free Tourism Trian Arilangga mengatakan, hingga saat ini, memang masih jarang transportasi umum yang bisa melayani penyandang disabilitas. Padahal, kata Trian, mudik bukan hanya kebutuhan bagi orang normal, tapi juga bagi kaum disabilitas.
"Saya mewakili teman-teman disabilitas menyampaikan kebutuhan mudik juga kebutuhan semua orang di Indonesia. Kebutuhan mudik juga dibutuhkan teman-teman yang disabilitas," kata pria penyandang tunanetra itu.
Meskipun kebanyakan kaum disabilitas sudah dibantu dengan kursi roda, kata Trian, mereka kerap tidak bisa mendapatkan kebutuhan yang tepat. Menurut Trian, kaum disabilitas tidak bisa menggunakan bus biasa. Masih banyak terminal, bandar udara, atau stasiun yang tidak dilengkapi ubin pemandu untuk kaum tunanetra.
Baca: Mudik Gratis, BSM Berfokus pada Penyandang Disabilitas
Pengguna kursi roda juga kesulitan karena medan jalan tak memungkinkan mereka naik transportasi umum. Transportasi yang ada, kata Trian, bagian pintunya tidak bisa dilewati kursi roda. "Kami juga kangen makan di kampung, main di kampung," ucapnya.
Menurut Trian, bisa saja para penyandang disabilitas dibantu bepergian dengan cara digendong. Namun cara tersebut dinilai tidak bisa menyelesaikan masalah. Pasalnya, tidak semua orang berkursi roda bisa digendong atau dipapah.
"Tidak semua teman-teman pengguna kursi roda bisa digendong. Kadang mereka ada patah tulang belakang. Kalau lecet, berpengaruh ke seluruh tubuh. Berbahaya untuk keselamatan," tuturnya.
Trian berharap semoga lebih banyak lagi program dari perusahaan atau lembaga yang bersedia menyediakan fasilitas untuk penyandang disabilitas. Pasalnya, kata dia, pulang ke kampung halaman juga menjadi impian bagi kaum disabilitas. "Mudik ke kampung juga untuk me-recharge energi kita ketika pulang kampung," katanya.
LARISSA HUDA