TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan setiap usai lebaran Jakarta akan dibanjiri para pendatang. Ia pun teringat kebijakan mantan Gubernur DKI Ali Sadikin yang mewajibkan pendatang baru membayar uang jaminan untuk menyeleksinya. Pendatang baru itu diberi kesempatan menetap selama tiga bulan.
"Kalau dia tidak bisa dapat kerja, maka dia harus balik ke daerahnya dengan uang jaminan itu. Supaya kalau datang ke Jakarta ada keterampilan," kata Djarot di Balai Kota DKI, Ahad, 25 Juni 2017.
Baca: DKI Adakan Program Bina Kependudukan Bagi Pendatang Baru
Saat ini, kata Djarot, Kota Jakarta terbuka untuk siapa saja. Hanya saja, ia berharap pendatang baru memiliki ketrampilan. "Silakan datang ke sini, tapi yang punya keterampilan. Sehingga di sini (Jakarta) tidak menjadi pengangguran," kata Djarot.
Djarot menuturkan, secara hitungan kepadatan penduduk, DKI sebetulnya sudah sangat padat. Idealnya, Djarot menyebutkan, Jakarta memiliki penduduk sekitar 7,5 juta jiwa. Faktanya, jumlah penduduk DKI saat ini mencapai 10,2 juta jiwa di malam hari, dan 14,5 juta jiwa di siang hari. "Ini beban ya," katanya.
Dia menilai, penduduk dari daerah sering datang ke Jakarta lantaran tersedianya lapangan pekerjaan yang cukup banyak. Sebab, Jakarta terus membangun infrastruktur, sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja. Selain itu, pemerintah DKI sendiri juga membuka lapangan pekerjaan di sektor padat karya, seperti PPSU dan pasukan pelangi.
Baca: Djarot Ancam Potong TKD Pegawai yang Bolos Setelah Cuti Lebaran
Meski begitu, Djarot mengaku khawatir jika pendatang terus menerus datang karena akan berdampak pada daya beban Jakarta. "Daya beban kota itu ada batasnya. Suatu ketika dia tidak akan mampu menerima lagi, ada batasnya," ujarnya.
Menurut Djarot Saiful Hidayat, setiap ada pendatang baru pasti membutuhkan ruang dan tempat untuk hidup. Sehingga, persoalannya yang utama bukan hanya menyangkut tempat tinggal. Tapi juga masalah transportasi dan sanitasi.
FRISKI RIANA