TEMPO.CO, Depok - Video viral tentang bullying yang terjadi di Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat, menjadi perhatian psikolog Universitas Indonesia, Ratna Djuwita. Dia prihatin melihat tayangan bullying terhadap mahasiswa berkebutuhan khusus itu. Apalagi teman-temannya yang melihat tidak berbuat apa-apa. Bahkan tidak sedikit yang justru ikut menertawakan.
Menurut Ratna, pelaku dalam kasus ini bukan hanya orang yang secara langsung melakukan perisakan terhadap korban. Mereka yang melihat pun bisa disebut pelaku jika hanya berdiam diri. "Sebab, yang dicari pelaku bullying adalah rekognisi orang di sekitarnya," kata Ratna, Senin, 17 Juli 2017.
Baca: Universitas Gunadarma Benarkan Ada Insiden Bullying di Kampusnya
Dikatakan Ratna, biasanya pelaku bullying mempunyai pengalaman serupa saat masih kecil. Namun tidak semua pelaku bullying melakukan tindakan tercela tersebut karena faktor masa lalu. "Ada juga yang iseng dan pelampiasan kemarahan atas masalah lain."
Ratna berharap tidak ada lagi kasus serupa terjadi di institusi pendidikan. Ia meminta siapa pun mengambil tindakan saat melihat praktik bullying. "Yang di Gunadarma sangat menyedihkan. Yang melihat malah tertawa dan tidak membantu. Padahal tindakan bullying tersebut sangat membuat malu korban," ucapnya.
Kasus bullying semestinya tidak terjadi di kalangan mahasiswa. Sebab, mereka telah dewasa dan bisa membedakan tindakan baik dan buruk. "Kalau anak SD dan SMP mungkin belum bisa membedakan. Tapi ini mahasiswa sebagai orang dewasa yang sudah bisa diberi tanggung jawab," ucap Ratna.
Baca: Mahasiswa Gunadarma Berkebutuhan Khusus Di-bully Setiap Pekan
Menurut dia, semua pihak harus menjadikan kasus perisakan di Universitas Gunadarma bahan evaluasi. Kasus ini menjadi preseden sangat buruk di dunia pendidikan Indonesia. "Apalagi di Gunadarma, yang mahasiswanya mayoritas berasal dari Jabodetabek, yang sebenarnya mempunyai akses hubungan akademik dengan baik."
IMAM HAMDI