TEMPO.CO, Jakarta - Koran Tempo kembali memilih dan menobatkan Tokoh Metro. Ajang ini digagas untuk mengapresiasi orang-orang yang berjasa memantik perbaikan di berbagai bidang kehidupan masyarakat Jakarta dan kota-kota sekitarnya. Mereka, dengan cara unik dan kreatif, telah membantu pemerintah mengatasi persoalan dan membuat wajah kota menjadi lebih ramah. Salah satu penerima penghargaan itu adalah Dissa Syakina Ahdanisa.
Boleh dibilang Dissa Syakina Ahdanisa, 27 tahun, nekat saat memulai bisnis wirausaha sosial Kafe Fingertalk, dua tahun lalu. Dia hendak mempekerjakan mereka yang tidak bisa mendengar ataupun bicara, atau tunarungu. Namun dia tak mampu menggunakan bahasa isyarat. Hubungan dengan komunitas difabel pun, dia tak punya.
Baca: Tokoh Metro 2017, Donny Pradhana: Kompos dan Bibit dalam Polybag
Beruntung ada Pat Sulistiyowati, 67 tahun, yang pernah menjadi Ketua Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia. Pat membolehkan dia menyewa sebuah gudang di halaman rumah Pat di Pamulang, Tangerang Selatan. Lewat jaringan Pat pula dia mencari karyawannya yang pertama.
Kafe Fingertalk berdiri sejak Mei 2015 dengan lima karyawan. Sesuai dengan namanya, para pramusaji kafe ini melayani pelanggan dengan bahasa jari. Kalau pelanggan tak bisa bahasa jari, mereka membaca gerak bibir. Mulanya para karyawannya merasa canggung melayani customer dengan cara itu. “Perlahan mereka percaya diri dan malah jadi sangat bersemangat,” Dissa bercerita, Jumat tiga pekan lalu.
Bermula dengan satu kafe di Pamulang, dua pekan lalu Dissa membuka cabang pertamanya di Cinere, Kota Depok. Kafe kedua ini diperluas dengan tempat pencucian mobil.
“Saya suka mendengar cerita dari para karyawan yang ternyata punya suami atau saudara, kawan pria, yang juga tunarungu dan sulit mendapatkan pekerjaan,” kata Dissa, menerangkan alasan di balik ekspansi bisnisnya.
Dia mengajak Tempo ketika mewawancarai calon pegawainya di Cinere. Ada tujuh orang pelamar. “Tidak menyangka peminatnya cukup banyak dan datang dari latar belakang pengalaman yang beragam,” ujar sarjana bisnis lulusan Ritsumeikan Asia-Pacific Management University, Beppu, Jepang, itu.
Ramadan lalu, Kafe Fingertalk merambah ke bisnis katering dan roti. Mereka menerima pesanan menu buka bersama dari beberapa perusahaan atau rumah di sekitar Cinere.
Dalam waktu dekat, Fingertalk akan mendapat suntikan dana dari Kedutaan Besar Australia. Dissa sangat gembira karena banyak investor menolak membantu proyek sosial rintisannya. “Perlahan kami mulai dipertemukan dengan pihak yang sejalan,” katanya.
Ide mendirikan Kafe Fingertalk muncul saat Dissa menjadi relawan pengajar di Nikaragua pada 2013. Dia tinggal dua bulan di negeri itu dan terkesan saat makan di Café de las Sonrisas, atau Kafe Senyuman, di Granada. Semua karyawan kafe itu tunarungu.
“Mbak Dissa membantu teman-teman tunarungu yang menganggur untuk bekerja,” ujar Putri Sampaguita Santoso, 26 tahun, seorang penyandang tunarungu. Putri adalah pendiri Sampaghita Foundation, yang melatih para penyandang disabilitas agar siap masuk ke dunia kerja.
Baca juga: Tokoh Metro 2017, Guntoro: Lingkungan Nyaman di Tepi Ciliwung
Karyawan Dissa kini 20 orang lebih. Belum terhitung mereka yang pernah dilatih. Rencananya, dia akan menggelar pelatihan di beberapa daerah lain, termasuk Yogyakarta, Lombok, juga Poso di Sulawesi Tengah. Terobosan yang ia ciptakan mendapat apresiasi dari tim juri Tokoh Metro 2017. Juri meloloskan namanya sebagai penerima anugerah bersama delapan pemenang lainnya.
Biodata
Nama: Dissa Syakina Ahdanisa
Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 29 Februari 1990
Pendidikan: Master Akuntansi University of New South Wales, Sydney, 2012
Pekerjaan: Analis Saham (2014-September 2016)
Aktivitas: pendiri Kafe Fingertalk
Relawan pendidikan di beberapa negara
Penghargaan: Pemimpin Muda Inisiatif Asia Tenggara (Young South East Asian Leaders Initiative-YSEALI) 2016
TIM KORAN TEMPO