TEMPO.CO, Jakarta - Komnas Perlindungan Anak menilai polisi lamban dalam menangani kasus dugaan pencabulan yang menimpa QZ, 4,5 tahun, siswi TK Negeri Mexindo, Bogor, Jawa Barat pada Mei 2017. Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, jika merujuk ketentuan dari UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), telah diatur batasan waktu pemeriksaan perkara pidana anak.
"Proses lidik ke sidik yang dilakukan Penyidik Unit PPA Polresta Bogor Kota atas kasus ini terbilang sangatlah lamban," kata Arist saat dihubungi Tempo, Selasa, 22 Agustus 2017.
Meski telah mendapat bukti keterangan ahli hingga bukti visum, hingga kini polisi Bogor menganggap kasus ini belum dapat dinyatakan lengkap untuk diajukan kepada Jaksa. "Kami mendesak penyidik Unit PPA Polresta Bogor Kota segera mentuntaskan penyidikannya untuk diteruskan ke pengadilan," katanya.
Baca: Polisi Cari Bukti Kasus Pencabulan Siswi TK di Bogor
Arist menambahkan, Komnas Perlindungan Anak juga akan menyiapkan langkah hukum untuk memantau dan mengawal proses penanganan kasus ini. "Kami akan menerjunkan Quick Investigator Voluntary Komnas Anak Tim Jawa Barat dan melibatkan elemen masyarakat Bogor termasuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Bogor Raya yang menaruh pembelaan terhadap kasus ini," ujarnya.
Sebelumnya, MF, 27 tahun melaporkan peristiwa dugaan pencabulan yang dialami anaknya, QZ. Kekerasan seksual yang dialami QZ diduga dilakukan berkali-kali oleh penjaga sekolahnya, S alias Udin.
Hasil visum juga telah menunjukkan adanya luka lecet pada kemaluan korban setelah kemasukan benda tumpul. "Sudah selayaknya terduga pelaku dihukum dengan seadil-adilnya," katanya.
Baca: Dalam Sebulan Polres Tangsel Tangkap 6 Tersangka Pencabulan Anak
Komnas Perlindungan Anak juga mendorong penyidik Unit PPA Polresta Bogor Kota untuk menerapkan pasal 81 ayat 1, 3 dan ayat 4 UU RI Nomor 27 Tahun 2016 tentang Pengesahan PP Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua UU RI Nomor 23 Tahun 2002 juncto pasal 76 UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak dengan ancaman pidana mininal 10 tahun dan maksimal 20 tahun.
"Bahkan dapat ditambahkan dengan hukuman tambahan pidana seumur hidup," ujar Arist.
INGE KLARA SAFITRI