TEMPO Interaktif, Jakarta - Setelah ditolak sehari sebelumnya, pengacara Lembaga Bantuan Hukum Jakarta kembali melapor ke Markas Besar Kepolisian. "Kali ini didampingi beberapa advokat lainnya," kata Direktur LBH Jakarta Asfinawati, Jakarta (30/7).
Para advokat yang mendampingi, kata Asfinawati, berasal dari berbagai organisasi, di antaranya Persatuan Bantuan Hukum Indonesia dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan. "Mereka masih melapor atau diperiksa di Bareskrim," kata Asfinawati ketika dihubungi pukul 16.30.
Dua pengacara publik LBH Jakarta Tommy Albert Tobing dan M. Haris Barkah mengalami kekerasan di Polres Jakarta Utara pada Senin lalu. Mereka mengaku dipukul penyidik polisi ketika diperiksa.
Kasus ini bermula dari pemeriksaan dua saksi kasus pembunuhan, yakni Nurrawiyah dan Wulan pada Senin (27/7) lalu. Tommy dan Haris bertindak sebagai penasihat hukum keduanya. Kepada penyidik, Tommy sempat melancarkan protes agar melepas Wulan yang berusia 14 tahun untuk sekolah terlebih dahulu.
Belakangan, pemeriksaan berlanjut hingga malam hari. Beberapa pengacara LBH Jakarta lainnya "menyerbu" Kantor Polres Jakarta Utara. Mereka kemudian diusir penyidik, bahkan Asfinawati didorong hingga terjatuh. Anggota Komisi Polisi Nasional yang datang juga ditolak polisi.
Tommy dan Haris bahkan ditahan polisi semalam. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dan dikenai pasal 335 dan 216 KUHP, serta pasal 31 Undang-Undang Advokat.
Asfinawati mengatakan pihaknya melaporkan beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh penyidik Polres Jakarta Utara, yakni tindakan kekerasan, penahanan sewenang-wenang, kriminalisasi penasihat hukum, intimidasi saksi, dan pemeriksaan saksi di bawah umur yang melanggar prosedur.
TITO SIANIPAR
Berita terkait
Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024
15 hari lalu
Komnas HAM mendesak pengusutan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Papua secara transparan oleh aparat penegak hukum
Baca SelengkapnyaPrajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat
31 hari lalu
Kapuspen TNI menyebut jumlah anggota TNI ribuan, sedangkan yang melakukan penyiksaan hanya sedikit.
Baca SelengkapnyaAmnesty International: Penganiayaan di Papua Berulang karena Pelaku Tak Pernah Dihukum
37 hari lalu
Amnesty Internasional mendesak dibentuknya tim gabungan pencari fakta untuk mengusut kejadian ini secara transparan, imparsial, dan menyeluruh.
Baca SelengkapnyaKontraS Minta Panglima TNI Segera Bahas Reformasi Peradilan Militer
6 Oktober 2021
Hasil pemantauan KontraS selama Oktober-2021-September 2021 menunjukkan reformasi peradilan militer jalan di tempat.
Baca SelengkapnyaSerial Netflix Populer Ungkap Pelecehan yang Terjadi di Militer Korea Selatan
16 September 2021
Serial Netflix Deserter Pursuit memicu perdebatan tentang militer Korea Selatan karena menceritakan pelecehan dan kekerasan selama wajib militer.
Baca Selengkapnya2 Anggota Lakukan Kekerasan ke Warga Papua, TNI AU Minta Maaf
27 Juli 2021
TNI AU menyatakan penyesalan dan meminta maaf atas insiden dua anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap seorang warga Papua di Merauke.
Baca SelengkapnyaJokowi Diminta Investigasi Kasus Kekerasan di Paniai Papua
5 Juli 2018
Amnesti Internasional Indonesia meminta Jokowi membentuk tim investigasi guna mengungkap kasus kekerasan yang terjadi di Paniai, Papua.
Baca SelengkapnyaBerdamai, Dokter Militer dan Petugas Bandara Bersepakat Ini
8 Juli 2017
Keduanya menyepakati bentuk pertanggungjawaban Guyum setelah menampar adalah meminta maaf secara tertulis kepada Fery, institusi, dan PT Angkasa Pura.
Baca SelengkapnyaTampar Petugas Avsec Bandara, Dokter Militer Mengaku Refleks
8 Juli 2017
Jumat malam, polisi melepas Guyum setelah menandatangani kesepakatan damai dan bersalaman dengan Fery.
Baca SelengkapnyaBerdamai, Polisi Melepas Dokter Militer Penampar Petugas Bandara
8 Juli 2017
Guyun mengaku salah dan meminta maaf atas penamparan yang dilakukannya. "Proses damai berjalan lancar tanpa ada intervensi pihak manapun."
Baca Selengkapnya