Bioskop Tua Kian Lesu

Reporter

Editor

Senin, 6 Juni 2011 06:08 WIB

TEMPO/Dwianto Wibowo

TEMPO Interaktif, Jakarta - Ruangan itu begitu gelap. Satu-satunya sumber cahaya di ruangan tersebut berasal dari gambar bergerak yang dipantulkan proyektor. Di pintu masuk, terpasang selembar kain lusuh berwarna biru tua yang berfungsi sebagai daun pintu.

Setelah menyibak kain itu, terbentang empat undakan tangga. Orang harus meraba undakan atau berpegangan pada dinding untuk menaikinya karena ruangan sangat gelap.

Itulah kondisi di dalam Teater 2 Bioskop Mulia Agung yang berada di lantai dua gedung tua di pojok Jalan Kramat Bunder dan Jalan Senen Raya, Jakarta Pusat. Di lantai satu gedung renta itu, ada satu bioskop tua lagi, yakni Bioskop Grand.

Hampir di setiap sudut ruangan gedung tua itu terbentang sarang laba-laba. Tak ada loket yang dilengkapi komputer. Salah satu loket di pojok ruangan itu disesaki peralatan dapur, seperti panci, kompor, dan termos. Penjaga loket dengan santai melayani pembeli ditemani semangkuk mi instan.

Seekor tikus mondar-mandir di pojok ruang tunggu. "Pernah ada kejadian, makanan milik penonton tiba-tiba hilang, ternyata diambil tikus," kata penjaga pintu teater, Supardi, pertengahan Mei lalu.

Kedua bioskop yang berdiri pada 1920 tersebut kini harus terseok lantaran bersaing dengan bioskop baru yang lebih mentereng. Nasib kedua bioskop itu dan tiga bioskop sejenis di Jakarta terancam gulung tikar seiring dengan menjamurnya bioskop berskala besar.

Menurut Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Bioskop DKI Jakarta, Tien Ali, pertumbuhan cakram padat dan biaya perawatan yang mahal juga menjadi faktor hancurnya bioskop tua. "Tinggal menunggu waktu untuk tutup," kata Tien saat dihubungi kemarin.

Pendapatan kotor pengusaha bioskop tua, kata dia, cuma belasan juta rupiah per bulan. Sementara total biaya listrik dan gaji karyawannya mencapai Rp 40 juta.
Sejumlah pengusaha bioskop pun menyerah. Tien mengatakan Bioskop Grand akan berubah menjadi Seven Eleven. "Saya beberapa waktu lalu berbincang dengan pemilik Bioskop Grand," kata Tien, yang prihatin terhadap kondisi ini. Bioskop yang dikelolanya, Prima, di Slipi, Jakarta Barat, telah tutup tahun lalu.

Tiga bioskop lain yang masih bertahan, menurut Tien, adalah Bioskop Kramat di Jalan Kramat 1 Jakarta Pusat, Bioskop Tugu di Jalan Raya Tugu, Tanjung Priok, dan Bioskop Cahaya Baru, Kebayoran Lama.

Data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta menyebutkan bahwa saat ini jaringan bioskop 21 tersebar di 42 lokasi. Adapun Blitzmegaplex hadir di empat lokasi. Bioskop yang tidak masuk jaringan keduanya berada di empat lokasi.

Mulia Agung dan Grand dikelola dua perusahaan berbeda. PT Keramat memiliki dua teater, yakni Grand 1 dan Grand 2 di lantai satu. Sedangkan teater Mulia Agung 1-3 dikelola PT Mulia Agung.

Pengelola Mulia Agung, Husein, mengatakan para pemilik berniat menutup bioskop tua itu. Namun, mereka belum memiliki modal cukup untuk merombak bioskop menjadi suatu industri dagang lainnya. "Apalagi ada ikatan emosional dengan para pegawai yang telah berpuluh tahun bekerja di bioskop ini," ujarnya.

Selama ini PT Mulia Agung dan PT Keramat dimiliki beberapa orang yang masih satu keluarga. Bioskop tersebut juga bukan usaha prioritas mereka. Oleh karena itu, para pemilik bioskop ini tidak berniat mengembangkan atau memajukan bioskop. "Mereka hanya minta saya bertahan," ujar Husein.

PT Mulia Agung juga sempat menopang dua bioskop lainnya yang telah tutup, yakni Viva dan Wira, di Tebet, Jakarta Selatan. Mulia Agung dan Grand berdiri di tanah dan gedung milik sendiri sehingga masih bisa bertahan.

Untuk kapasitas penonton, satu teater bioskop Grand bisa menampung 100 orang, sedangkan Mulia Agung 200 orang. Sebelum memasuki tahun 2000, satu kali pemutaran film di kedua bioskop itu bisa memikat 60 penonton. Namun kini jumlah pengunjung hanya 20-30 orang. Harga tiket di Grand Rp 6.000, sedangkan Mulia Agung Rp 5.000.

Pengelola Grand, Rudi Karnadi, mengatakan hasil penjualan tiket digunakan untuk menutupi biaya operasional bioskop, pajak, dan gaji delapan karyawan. "Uang dari penjualan tiket memang tidak cukup untuk biaya bulanan bioskop ini. Pemilik yang menanggung sisa biayanya," ucap dia.

CORNILA DESYANA | FRANSISCO ROSARIANS | HERU TRIYONO | MARTHA WARTA


Berita terkait

Pentingnya Mendukung Perempuan Mengejar Kesempatan di Berbagai Bidang

2 hari lalu

Pentingnya Mendukung Perempuan Mengejar Kesempatan di Berbagai Bidang

Masyarakat perlu mendukung perempuan dalam mengejar kesempatan dan kesuksesan di berbagai bidang, termasuk di menjadi pemandu wisata perempuan.

Baca Selengkapnya

Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Ajak Turis Wisata Pagi dan Sore

4 hari lalu

Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Ajak Turis Wisata Pagi dan Sore

Cuaca yang terik membuat warga Thailand, terutama warga lanjut usia, enggan bepergian.

Baca Selengkapnya

17 Bandara Internasional Dipangkas, Bagaimana Dampaknya ke Pertumbuhan Ekonomi Daerah?

5 hari lalu

17 Bandara Internasional Dipangkas, Bagaimana Dampaknya ke Pertumbuhan Ekonomi Daerah?

Direktur Utama InJourney Airports, Faik Fahmi mengatakan pemangkasan jumlah bandara internasional tidak bepengaruh signifikan ke ekonomi daerah.

Baca Selengkapnya

4 Kota di Afganistan yang Paling Menarik Dikunjungi, Banyak Peninggalan Sejarah

6 hari lalu

4 Kota di Afganistan yang Paling Menarik Dikunjungi, Banyak Peninggalan Sejarah

Afganistan yang terletak di Asia Selatan dan Asia Tengah menawarkan banyak hal untuk dijelajahi, misalnya situs bersejarah dan budaya.

Baca Selengkapnya

Taliban Siapkan Promosi Wisata Afganistan untuk Tingkatkan Perekonomian

6 hari lalu

Taliban Siapkan Promosi Wisata Afganistan untuk Tingkatkan Perekonomian

Dalam beberapa tahun terakhir, pariwisata Afganistan meningkat. Turis asing paling banyak berasal dari Cina.

Baca Selengkapnya

Bandara Adi Soemarmo Solo Turun Status dari Bandara Internasional Jadi Bandara Domestik, Ini Profilnya

7 hari lalu

Bandara Adi Soemarmo Solo Turun Status dari Bandara Internasional Jadi Bandara Domestik, Ini Profilnya

Kemenhub tetapkan Bandara Adi Soemarmo turun status dari bandara internasional menjadi bandara domestik. Ini kekhawatiran Sandiaga Uno,

Baca Selengkapnya

Bandara Adi Soemarmo Turun Status, Sandiaga Uno: Ada Kekhawatiran Pariwisata Solo Turun

9 hari lalu

Bandara Adi Soemarmo Turun Status, Sandiaga Uno: Ada Kekhawatiran Pariwisata Solo Turun

Bandara Adi Soemarmo turun status dari internasional ke domestik. Bagaimana nasib pariwisata di Solo? Ini tanggapan Sandiaga Uno.

Baca Selengkapnya

Iuran Wisata untuk Siapa

10 hari lalu

Iuran Wisata untuk Siapa

Rencana pemerintah memungut iuran wisata lewat tiket pesawat ditolak sejumlah kalangan. Apa masalahnya?

Baca Selengkapnya

Terkini: Usulan BTN Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, Pro Kontra Rencana Buka Lahan 1 Juta Ha untuk Padi Cina

13 hari lalu

Terkini: Usulan BTN Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, Pro Kontra Rencana Buka Lahan 1 Juta Ha untuk Padi Cina

BTN mengusulkan skema dana abadi untuk membiayai program 3 juta rumah yang dicanangkan oleh pasangan Capres-cawapres terpilih Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

14 hari lalu

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sigit Sosiantomo mengatakan penetapan tarif tiket pesawat harus memperhatikan daya beli masyarakat.

Baca Selengkapnya