TEMPO Interaktif, Tangerang - Sampai pagi ini, Senin 11 Juli 2011, Kejaksaan Negeri Tangerang belum juga menerima surat salinan putusan Mahkamah Agung yang berisi Kepala Kejaksaan Negeri mengabulkan kasasi jaksa atas putusan Pengadilan Negeri Tangerang yang memvonis bebas Prita Mulyasari. ”Sampai saat ini kami masih menunggu,” ujar Jaksa Penuntut Umum kasus Prita, Riyadi, kepada Tempo pagi ini.
Riyadi belum mau menjelaskan proses selanjutnya pasca putusan MA tersebut. ”Pokoknya kami masih menunggu salinan putusannya,” katanya. Jaksa Riyadi bersama Rakhmawati Utami merupakan jaksa penuntut umum dalam perkara pidana pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni. Kedua jaksa itu menuntut Prita enam bulan penjara dan menyatakan perbuatan Prita mengirimkan e-mail ke 20 alamat e-mail kawan, atasan, dan suaminya itu terbukti secara sah melanggar pasal 27 ayat (3) jo pasal 45 ayat 1 UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE dan pencemaran nama baik .
Ada dua hal pertimbangan yang memberatkan dihukumnya Prita, yakni pertimbangan e-mail mengandung muatan penghinaan dan pencemaran nama baik yang tak terhapus sampai kapan pun.
Sementara hal yang meringankan adalah Prita memiliki dua anak balita, sopan di persidangan, dan belum pernah dihukum. Jaksa Riyadi menyatakan hukuman enam bulan penjara dengan dikurangi masa hukuman yang sudah dijalani sebelumnya.
Namun, semua dakwaan dan tuntutan kepada Prita tersebut ditolak oleh Hakim Pengadilan Negeri Tangerang yang saat itu dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Artur Hangewa dengan memvonis bebas Prita pada 29 Desember 2009.
Atas putusan Pengadilan Negeri Tangerang itu, jaksa penuntut umum merasa tidak puas dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dengan nomor surat pengajuan kasasi W29.U4/55/HN.01.11/III/2010 yang masuk ke MA pada 12 April lalu.
Dalam situs resminya, MA menyatakan vonis diputus pada 30 Juni 2011 oleh Ketua Majelis Hakim Zaharuddin Utama, dua hakim anggota Salman Luthan dan Imam Harjadi, serta panitera pengganti Tety Setiawati Siti Rochmat.
JONIANSYAH
Berita terkait
Dinilai Terbukti Malpraktik, RS Omni Alam Sutera Ajukan Banding
18 September 2018
Kuasa hukum RS Omni Alam Sutera tidak bersedia mengomentari keputusan hakim, yang menyatakan Rumah Sakit Omni terbukti bersalah atas kasus malpraktik.
Baca SelengkapnyaRS Omni Dinyatakan Malpraktik, Juliana: Saya Sudah Puas
18 September 2018
Ibu dua anak kembar itu merasa puas dengan keputusan pengadilan yang menyatakan RS Omni Alam Sutera terbukti malpraktik.
Baca SelengkapnyaBPJS Kesehatan Telat Bayar Tagihan, RSUD di Jakarta Krisis Obat
12 September 2018
Setiap tahun DKI menggelontorkan Rp 1,5 triliun untuk membayar premi BPJS Kesehatan bagi pasien kelas III. BPJS Kesehatan defisit Rp 9,75 triliun .
Baca SelengkapnyaKisah Juliana Gugat Dugaan Malpraktik RS Omni Demi Jared - Jayden
30 Agustus 2018
Juliana Dharmadi, ibu kembar Jared dan Jayden Cristophel, korban dugaan malpraktik Rumah Sakit Omni menanggung beban hidup berat selama 10 tahun ini.
Baca SelengkapnyaRS Omni Dituduh Malpraktik ke Anaknya, Juliana Gugat Rp 20 Miliar
29 Agustus 2018
Juliana menuduh RS Omni lakukan malpraktik sehingga anak kembarnya buta, dia menggugat Rp 20 miliar.
Baca SelengkapnyaDimensi Hukum Pelecehan Seksual di Rumah Sakit
27 Februari 2018
Beredarnya rekaman video pelecehan seksual oleh seorang perawat menyentak kita semua.Tak mudah menuduh tenaga kesehatan melakukan pelecehan seksual.
Baca SelengkapnyaBPJS Watch: Polisi Harus Usut Rumah Sakit yang Tolak Bayi Debora
10 September 2017
Pengamat BPJS Watch Timboel Siregar mendesak kepolisian untuk menyelidiki dokter dan petugas rumah sakit yang menolak bayi Debora.
Baca SelengkapnyaBayi Meninggal di Rumah Sakit, Gubernur Djarot Ingatkan Kode Etik
10 September 2017
Bayi Debora meninggal di RS Mitra Keluarga karena orang tuanya tak punya Rp 19 juta untuk biaya fasilitas PICU.
Baca SelengkapnyaTempat Parkir Rumah Sakit Aloe Saboe Gorontalo Terbakar
23 Juni 2017
Rumah sakit ini memiliki sistem pemadaman sebagai langkah
pencegahan.
Rumah Sakit di Bekasi Diduga Lakukan Malapraktek
28 Maret 2017
Putri Ira Rahmawati meninggal karena keterlambatan dokter memberi pertolongan darurat.