TEMPO Interaktif, Jakarta: Seluruh orangtua murid dari 65 siswa SMP 56 akan menduduki sekolah itu. Ini dilakukan berkaitan dengan kedatangan 8 orang petugas ketertiban dari pemerintah DKI, Rabu (25/2) lalu. Kedatangan petugas tersebut dalam rangka melakukan inventaris siswa yang akan dipindahkan. Hal itu ditentang para orangtua dan komite sekolah. Bahkan, seluruh siswa yang diwawancara oleh petugas menyatakan menolak dipindah. Kedatangan aparat juga dipertanyakan Lambok Gultom, kuasa hukum pihak yang menolak ruislag SMP 56. "Mereka tidak membawa surat tugas, hanya membawa surat dari Dinas Pendidikan Dasar untuk Kapolres, bukan untuk kita," ujar Lambok. Surat dinas tersebut ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta Gito Utomo Purnomo.Surat dinas berisi permintaan pengamanan untuk melakukan inventaris siswa yang akan dipindahkan. Kegiatan tersebut rencananya dilakukan pada 21-27 Febuari 2004. "Sehingga pada 27 Febuari para orangtua akan berjaga-jaga di sekolah," kata Nurleila, salah seorang guru yang masih bertahan di SMP 56 Jalan Melawai.Menurut Nurleila, kedatangan 8 orang aparat sempat meresahkan orangtua. Kegiatan inventarisasi siswa, menurut Lambok, tidak bisa dilakukan karena saat ini status SMP 56 di Jalan Melawai dinyatakan status quo oleh pengadilan.Pada Senin (27/2), Lies Sugeng perwakilan orangtua murid dan Ina Harahap dari Komite Sekolah akan bertemu dengan Komisi II DPR RI. Pertemuan ini bagian dari upaya mempertahankan lokasi sekolah dan menolak ruislag.Persengkataan SMP 56 sudah berlangsung sejak 1999. Tukar guling SMP 56 yang dilakukan PT Tata Disantara banyak yang menentang. "Tukar guling ini kental dengan nuansa kolusi dan korupsi," kata Lambok.Nilai jual tanah di wilayah Melawai yang sudah berkisar Rp 9 juta, misalnya, hanya dihargai Rp 2,5-5 juta. Lombok menambahkan, tukar guling ini juga tidak sesuai dengan Kepres No. 16 Tahun 1994 dan Kepres No. 24 Tahun 95. "Dalam Kepres disebutkan penjualan aset negara di atas Rp 10 miliar harus mendapat persetujuan Presiden melalui Menteri Keuangan," tambahnya. Karena kasus ini pula, kegiatan belajar-mengajar di SMP 56 Jalan Melawai dianggap ilegal oleh Dinas Pendidikan. Akibatnya, sampai sekarang siswa di sana belum menerima rapor. Priandono Kusumo-Tempo News Room