Bus Transjakarta, APTB (Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway) di halte transjakarta di terminal Bekasi. ANTARA/Paramayuda
TEMPO.CO, Jakarta - Jery Simatupang, 53 tahun, duduk berselonjor santai di atas deretan empat kursi bus pengumpan jurusan Pulo Gadung-Bekasi. Kepalanya disandarkan pada pinggiran kursi.
Beberapa menit kemudian, dia sudah tertidur. Jerry memang selalu menikmati perjalanan menuju rumahnya di Jalan Saparua RT 7 RW 8 Perumnas III, Bekasi. Sebagai karyawan Terminal Pulo Gadung, Jakarta Timur, setiap hari Jerry pergi-pulang kerja dengan bus favoritnya ini menempuh sekitar satu jam perjalanan. Dia mengaku lebih memilih naik APTB daripada bus biasa karena faktor kenyamanan dan keamanan.
"Nyaman, pakai AC," kata Jerry soal bus itu, Selasa, 9 Oktober 2012. Ia membandingkan dengan bus biasa yang ia gunakan sebelumnya. "Di bus sering ada copetnya."
Bus pengumpan Transjakarta alias angkutan perbatasan terintegrasi busway (APTB) tersebut memang selalu sepi. Tak habis seluruh jari untuk menghitung jumlah penumpang per bus per hari.
Menurut Azmi, petugas tiket, dalam sehari, total penumpang hanya 10 hingga 17 orang. "Maksimal 20 orang," kata perempuan ini.
Hanya ada empat bus yang melayani rute tersebut. Sehingga, keberangkatan tiap bus sengaja dilambatkan. Bus baru baru berangkat 30 sampai 45 menit sekali. APTB lainnya, jurusan Kampung Rambutan-Bekasi, bahkan belum beroperasi sama sekali.
Kedua rute APTB sudah diresmikan sejak 28 Februari 2012. Namun sampai sekarang, jumlah peminatnya belum signifikan. Penumpang sedikit karena bus hanya berhenti di terminal.