TEMPO Interaktif, Jakarta:Ditengah berlangsungnya sidang dewan umum World Trade Organization (WTO) di Jenewa (27-30 Juli 2004), sekelompok mahasiswa yang menyatakan diri sebagai Lingkar Studi-Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI) Jakarta menyatakan penolakan terhadap WTO. ?Kami menolak WTO karena didalamnya ada sistem yang tidak adil dan hanya menguntungkan negara maju,? kata Yudhistira, juru bicara LS-ADI di bundaran Hotel Indonesia, Jumat (30/7). Menurutnya, penolakan para mahasiswa yang tergabung dalam LS-ADI ini karena ada beberapa agenda WTO yang berkaitan dengan perjanjian dalam pertanian (agreement on agriculture) yang berisi pemangkasan tarif pertanian dan penghapusan subsidi ternyata hanya slogan belaka. Rekomendasi tersebut ternyata dimanipulasi demi kepentingan agen kapitalisme. ?Subsidi untuk petani di negara berkembang dicabut sehingga petani kita akan kesulitan,? tandas Yudhistira. Sementara itu, negara maju dengan bebas dapat menaikan tarif pertanian dan memberi subsidi bagi petani mereka. Belum lagi di negara-negara miskin dan berkembang juga kebanjiran produk impor hasil pertanian dan industri tanpa terkena tarif ekspor-impor. Di Indonesia, hal ini dialami oleh para petani tebu dan padi yang terpuruk akibat impor besar-besaran produk gula dan beras. ?Ini menunjukan perdagangan bebas dalam sektor pertanian yang diatur dalam WTO hanya menguntungkan negara maju,? kata dia.Sidang WTO yang dilaksanakan tanggal 27-30 Juli ini adalah pertemuan lanjutan setelah konferenssi tingkat menteri V di Cancun, Mexico, pada September 2003 lalu. Sekitar 147 negara hadir dalam pertemuan ini.Dalam aksi, beberapa mahasiswa mengecat dirinya dan menuliskan tolak WTO di tubuh mereka. Setiap mahasiswa mendapat satu huruf. Aksi ini juga mengusung berbagai spanduk yang mengecam kebijakan WTO dan menuntut pembubaran WTO. Muhamad Fasabeni - Tempo News Room