Kisah Sugianto Penjual Ginjal Demi Ijazah Anak

Reporter

Editor

Juli Hantoro

Jumat, 28 Juni 2013 09:10 WIB

Sugiyanto (kiri) bersama anaknya Sarameilanda Ayu membawa poster dalam aksi jual ginjal di Kawasan Bundaran Hotel Indonesia, di Jakarta, Rabu (26/6). TEMPO/Dasril Roszandi

TEMPO.CO, Jakarta - Telepon genggam Ayu, 19 tahun, nyaris tidak pernah berhenti berdering. Sudah tak terhitung berapa orang yang menanyakan tentang kondisinya dan sang Ayah. Dari wartawan yang ingin memberitakan tentang dirinya, orang yang hanya sekedar ingin mengucapkan simpati, hingga orang yang mengaku ingin benar-benar menawar Ginjal sang ayah.

Tidak hanya itu, sedari tadi pagi dirinya mengaku sudah memenuhi undangan wawancara dua stasiun televisi swasta. Wartawan dari berbagai media pun tampak silih berganti mengunjungi rumahnya di Jalan Kebon 200 Kelurahan Kamal Kecamatan Kalideres Jakarta Barat.

Jangan bayangkan Ayu menerima Wartawan di sebuah ruang tamu dengan meja dan kursi tamu. Bangunan yang disebutnya rumah sebenarnya adalah sebuah komplek ruko tempat Ayahnya Sugianto,45 tahun, membuka lapak jahitannya. Ukurannya sekitar 3X5 meter persegi. Sebagian ruangan tersebut kemudian disekat untuk kamar tidur. Ruangan tersebut terkesan lebih sempit sebab dipenuhi mesin jahit, benang jahit dan beberapa pakaian baik yang sudah ataupun belum sempat digarap oleh ayahnya.

Setelah aksinya dan Sang Ayah di Bundaran Hotel Indonesia Selasa 25 Juni 2013 lalu, Ayu dan Ayahnya mendadak terkenal. Saat itu dia dan ayahnya nekat berorasi sambil membawa tulisan yang isinya sang ayah siap menjual ginjalnya demi menebus ijazah Ayu yang ditahan oleh pihak sekolah.

"Silahkan masuk mas," sambutnya kepada wartawan Kamis sore 27 Juni 2013. Sugianto yang saat itu sedang menggarap baju salah satu pelanggannya kemudian menghentikan sejenak pekerjaanya.

Sambil sesekali menerima telepon, wanita yang bernama panjang Shara Meylanda Ayu Ardianingtyas ini menceritakan awal mula kejadian sehingga ayahnya nekat akan menjual ginjalnya demi Ijazahnya.

Ayu mengaku mulai masuk di Pondok Al-Asiyyah Nurul Iman Parung Bogor sejak tahun 2005. Saat itu di baru saja lulus Sekolah Dasar. "Saya masuk ke sana gratis, semua biaya ditanggung pondok," ujarnya.

Awalnya semua berjalan normal, Ayu menamatkan jenjang sekolah menengah pertamanya pada tahun 2008. Pun demikian dengan jenjang sekolah lanjutan, dia lulus pada tahun 2011 ditambah pengabdian kepada almamater sampai tahun 2013. Dia bahkan sempat mengenyam bangku kuliah selama dua bulan di Pondok tersebut.

Namun Ayu menuturkan bahwa semua mulai berubah pada awal Januari lalu. Pada saat itu terjadi Insiden kekerasan, hal itu dipicu permasalahan internal. Yang membuat dirinya dan teman-temannya takut, kejadian tersebut terjadi di depan mata para santri. Sejak itu kondisi Pondok menjadi mencekam.

Lantaran takut, para santri banyak yang berniat meninggalkan pondok. "Tapi kami tidak boleh, justru kami disuruh membayar ijazah SMP sebesar 7 juta dan Ijazah SMA 10 juta,"katanya. Alasan pihak pondok, para santri harus menyelesaikan jenjang S1 dulu baru boleh keluar. Namun menurut Ayu peraturan tersebut tidak pernah ada sebelumnya.

Tidak hanya itu, pihak Pondok lanjut Ayu, juga meminta uang pengganti selama Ayu berada disana. "Mereka mintanya Rp 20ribu per hari, saya disana sekitar enam tahun," kata Ayu dengan nada kesal.

Merasa semakin tertekan, Ayu dan beberapa rekannya kemudian memilih kabur dari tempatnya menuntut ilmu. Kejadian tersebut disampaikannya kepada sang ayah, Sugianto. Tentu saja uang sejumlah tersebut bukan jumlah yang sedikit bagi Sugianto yang sehari-hari hanya berpenghasilan tak lebih dari Rp 70ribu. Apalagi sejak 12 tahun lalu Sugianto harus menafkahi dua anaknya sendiri. Istrinya, Ningsih meninggal saat Ayu masih berusia 5 tahun.

Mereka kemudian mendatangi pondok sampai empat kali. Namun pihak pondok bersikeras tetap menahan ijazah Ayu.

Sugianto kemudian mengadukan permaslahannya ke berbagai pihak. "Saya ke komnas HAM sudah, Kemenag juga sudah, dan beberapa Instansi lain,"ujar Sugianto. Namun jawaban yang didapat Sugianto hanya saran untuk menunggu.

Mulai kehabisan akal, Sugianto akhirnya memilih turun ke jalan. Aksi yang dilakukan Sugianto pun tidak main-main. Dia melakukan Orasi dengan membawa tulisan yang intinya dia siap menjual Ginjalnya demi ijazah anaknya. Ginjalnya pun hanya dibandrol seharga Ijazah anaknya. "Saya tidak ada niatan mencari sensasi, kalau memang ada yang menawar seharga itu akan saya berikan asal ijazah Ayu bisa diambil," katanya.

Sugianto mengaku sadar akan resiko yang akan diterimanya jika Ginjalnya benar-benar laku. "Saya rela, kalaupun kesehatan say menurun juga tidak masalah," tuturnya.

Aksi pertamanya di RSCM, tidak membuahkan hasil. Hingga akhirnya dia berpindah di Bundaran Hotel Indonesia. Aksi Sugianto akhirnya mendapat perhatian dari banyak pihak. Berbagai media sontak memberitakan aksinya.

Beberapa orang yang bersimpati pun menawarkan bantuan. Tak hanya bantuan, Sugianto pun mengaku sudah mendapat telepon dari beberapa orang yang serius menawar Ginjalnya.

Sugianto mengaku siap melepas Ginjalnya dengan ketentuan yang berlaku. Dia tetap berharap Ijazah anaknya bisa diambil, sebab menurutnya masa depan anaknya sangat penting.

Menurut Sugianto, Ijazah merupakan salah satu hak anaknya yang tidak bisa begitu saja direnggut."Sampai kapanpun saya akan tetap mencari keadilan untuk anak saya."

FAIZ NASHRILLAH
Terhangat:
Ribut Kabut Asap|
PKS Didepak?| Persija vs Persib| Penyaluran BLSM| Eksekutor Cebongan


Baca Juga:
SBY dan Ronaldo Saling Follow di Twitter

Heboh Bayi Berkepala Dua di Majenang, Cilacap
Ilmuwan Temukan Tiga Planet Layak Huni
Implan Payudara Wanita Pecah Saat Bermain iPhone

Berita terkait

Jaksa Agung Ingatkan Keadilan Restoratif Rawan Disalahgunakan

6 Oktober 2021

Jaksa Agung Ingatkan Keadilan Restoratif Rawan Disalahgunakan

Jaksa Agung menjelaskan, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan terobosan hukum yang diakui dan banyak diapresiasi.

Baca Selengkapnya

Dituduh Palsukan Dokumen, Nenek 93 Tahun Ini Terancam Dibui 7 Tahun

11 Agustus 2015

Dituduh Palsukan Dokumen, Nenek 93 Tahun Ini Terancam Dibui 7 Tahun

Nenek Oyoh memilih tertunduk lesu, ketika Jaksa Mumuh membacakan dakwaan, atas tuduhan pemalsuan surat tanah yang kini menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Ibu Susui Bayi di Penjara Ini Diduga Korban Rekayasa Kasus  

10 Juni 2015

Ibu Susui Bayi di Penjara Ini Diduga Korban Rekayasa Kasus  

Heri menduga kasus yang menimpa istri dan anaknya penuh rekayasa.

Baca Selengkapnya

Nenek Asyani Titip Surat ke Jokowi: Tolong Saya, Pak...  

14 April 2015

Nenek Asyani Titip Surat ke Jokowi: Tolong Saya, Pak...  

Menteri Yohana datang secara khusus ke Kabupaten Situbondo,
Selasa, 14 April 2015 untuk menemui Asyani.

Baca Selengkapnya

Nenek Asyani Jalani Sidang Kelima

19 Maret 2015

Nenek Asyani Jalani Sidang Kelima

Sang nenek berusia 63 tahun itu mengatakan terpaksa datang ke
pengadilan meski kondisinya belum sehat.

Baca Selengkapnya

Melankoli Komunal

23 Februari 2015

Melankoli Komunal

Tentang hzn ini sama dengan gagasan yang dikemukakan dalam The Anatomy of Melancholy, buku Richard Burton yang penuh dengan teka-teki filosofi tetapi menghibur dari awal abad ke-17.

Baca Selengkapnya

Pengadilan Makassar Sahkan Sri Jadi Lelaki

2 September 2014

Pengadilan Makassar Sahkan Sri Jadi Lelaki

Meski Sri telah resmi berganti status kelamin, namun namanya belum berubah lantaran tidak mengajukan permohonan pergantian nama.

Baca Selengkapnya

Hakim Gowa Vonis Bebas Pencuri Rumput  

25 September 2013

Hakim Gowa Vonis Bebas Pencuri Rumput  

Tanaman Lantebung itu dicabuti para terdakwa karena tumbuh di lahan perkebunan yang belum diketahui pemiliknya.

Baca Selengkapnya

Holcim Yakin Buruhnya Memang Bersalah

13 Juli 2013

Holcim Yakin Buruhnya Memang Bersalah

Ada berita acara pemeriksaan dimana Samuri mengakui sudah mencuri benda milik perusahaan.

Baca Selengkapnya

Buruh Holcim Merasa Jadi Korban Putusan Sesat

8 Juli 2013

Buruh Holcim Merasa Jadi Korban Putusan Sesat

Buruh itu melaporkan hakim Cibinong ke Komisi Yudisial.

Baca Selengkapnya