Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Tempo/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri menolak berkomentar panjang soal permintaan Fraksi PPP DPRD DKI Jakarta untuk menegur Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Juru bicara Kementerian, Restuardi Daud, menilai permintaan untuk menegur Wakil Gubernur tersebut sulit diukur secara aturan. “Karena itu kaitannya personal jadi sangat subyektif,” katanya saat dihubungi, Selasa, 30 Juli 2013.
PPP menilai pernyataan dan sikap arogansi Ahok sering kontroversial sehingga tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang itu menyebutkan kepala daerah dan wakil kepala daerah berkewajiban menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Restuardi mengatakan sikap dan gaya bicara Ahok yang cenderung ceplas-ceplos merupakan kepribadian yang bersangkutan. Karena itu, Kementerian disebutnya belum memutuskan apakah sikap tersebut tergolong menyalahi perundang-undangan atau tidak. “Kalau dalam kasus (mantan) Bupati Garut, kan, jelas ukuran pelanggarannya, tapi kalau itu sulit (diukur),” kata dia.
Kementerian Dalam Negeri masih mempelajari surat permohonan Fraksi PPP tersebut. “Kalaupun ada (kesalahan Ahok), mungkin sifatnya imbauan saja, tidak sampai teguran atau sanksi,” katanya.
Meski begitu, dia menegaskan, Ahok berkewajiban menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal itu disebutnya sudah diatur dalam undang-undang sehingga harus dipatuhi oleh setiap pejabat publik. ”Dalam kapasitasnya, beliau berkewajiban menjaga etika dan norma,” ujar dia.