TEMPO Interaktif, Jakarta: Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur Hulman Sitorus menjelaskan selama tahun 2004, ada sekitar 500 bus angkutan umum yang ditilang dan dicabut izin operasinya. ?Saya tidak bisa mentoleransi pelanggaran,? katanya kepada wartawan, Kamis (11/11). Kepala terminal bus Kampung Rambutan Endi Lastiyo juga mengaku sudah menghukum pengusaha dan awak angkutan yang melanggar. Hukuman yang paling ringan berupa push up dan menyapu lantai terminal hingga dicabut izin operasinya.Meskipun sudah ada hukuman, Sugeng dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menjelaskan pelanggaran oleh awak angkutan umum tetap saja terjadi di masa mudik Lebaran 2004. Lembaganya, ujarnya, menggelar pos pengaduan di beberapa terminal, seperti Kampung Rambutan , Lebak Bulus dan stasiun kereta api Pasar Senen.Pelanggaran itu memang kasat mata. Tempo mendapat cerita dari seorang penumpang bus tujuan Jakarta-Tegal yang tidak bersedia disebut namanya. Menurutnya, bus tersebut terlambat berangkat dan dirinya harus membayar ongkos Rp 72 ribu, padahal tarif normal cuma Rp 25 ribu. Kondektur bus mengancamnya untuk tidak melapor penyimpangan itu. Kesulitan juga dialami Ningsih, warga Pondok Gede. Ia mengeluh ketiadaan loket pelayanan tiket sehingga harus membayar tarif di atas bus. Tarif normal untuk tujuan Jakarta-Pangandaran sebesar Rp 30 ribu, namun di atas bus dia harus bayar Rp 50 ribu. Menurut Sugeng, penumpang tidak berdaya terhadap ulah awak bus yang nakal karena mereka tidak punya pilihan lain dalam bermudik. ?Baru masuk terminal, mereka dikerubuti calo dan awak bus,? katanya. YLKI, ujarnya, bekerja sama dengan Dinas Perhubungan akhirnya membuat pos pengaduan. Agus S?Tempo