Pengendara bermotor menggunakan jasa gerobak untuk melintasi banjir dikawasan Ciledug Indah, Tangerang, (13/1). Tempo/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Tangerang - Wali Kota Tangerang Arief Rachardiono Wismansyah mengakui jika sikapnya menolak proyek sodetan Ciliwung-Cisadane cukup mendadak. "Awalnya kami masih membuka diri untuk melihat kajian mereka terlebih dahulu. Tapi setelah melihat realita di lapangan, saya putuskan untuk menolak," katanya saat ditemui di pusat pemerintahan Kota Tangerang, Selasa, 21 Januari 2014.
Keputusan itu diambil setelah Kota Tangerang tidak dilibatkan dalam pertemuan di Katulampa kemarin. Arief langsung meninjau kondisi pintu air 10 Cisadane. "Saya langsung meminta masukan dari penjaga pintu air 10. Bagaimana dampaknya jika debit Cisadane ditambah dari Ciliwung. Hitung-hitungannya banjir akan bertambah parah," kata Arief.
Menurut Arief, tanpa ditambah pun debit Cisadane sudah meluap dan sudah menyebabkan banjir. "Apalagi ditambah," kata dia. Jika pemerintah pusat dan DKI Jakarta punya alasan teknis untuk membuat sodetan tersebut, Tangerang punya alasan realistis untuk menolaknya.
Keputusan finalnya, Kota dan Kabupaten Tangerang menolak sodetan dan mendesak agar Sungai Cisadane dinormalisasi secara menyeluruh. "Saya sudah kompak dengan Bupati Tangerang," kata Arief. (Baca: Di Tangerang, SodetanCisadane-Ciliwung Ditolak )
Kepala Bendung Pintu Air 10 Cisadane, Sumarto, menambahkan perlu kajian yang mendalam lagi untuk sodetan Ciliwung-Cisadane tersebut." Salah satu pertimbangannya adalah kekuatan bendungan yang dibangun sejak zaman pemerintah Belanda tersebut," katanya.
Meski dipelihara rutin, pintu bendung yang dibangun sejak tahun 1927 dan merupakan bangunan peninggalan pemerintah Belanda tersebut belum pernah direhabilitasi.