Penembakan Komandan Pamudji, Polisi Perlu Psikolog
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Kamis, 20 Maret 2014 03:31 WIB
TEMPO.CO , Depok - Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI), Bambang Widodo Umar, mengatakan sudah saatnya institusi Kepolisian dilengkapi dengan pembimbing kejiwaan. Soalnya, beban kerja mereka yang tinggi akan tekanan membuat mereka cepat stres. Belum adanya pendamping inilah yang memungkinkan bawahan stres dan melawan atasannya, seperti kasus penembakan yang menimpa Kepala Detasemen Markas (Kadenma) Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Pamudji. (Baca: Komandan Polisi Tewas Ditembak di Mapolda Metro)
"Untuk itulah diperlukan adanya psikolog yang ditempatkan di Kepolisian hingga sektor terendah di polsek," kata Bambang, Rabu, 19 Maret 2014. Soalnya, dia melanjutkan, polsek adalah garda terdepan yang berhadapan langsung dengan masyarakat.
Menurut Bambang, adanya psikolog akan memungkinkan polisi yang menghadapi masalah bisa berkonsultasi dan mendapatkan jalan keluar. Sebab, masalah yang dialami mereka bukan hanya dari pekerjaan, tetapi juga masalah pribadi dan keluarga. Ketika menghadapi situasi yang demikian, maka mereka memerlukan pendamping," katanya. Selama ini, kata dia, mereka hanya cerita ke teman sejawat yang terkadang solusinya bukanlah solusi yang tepat. (Baca: Penembak Komandan Polisi Diduga Anak Buah Sendiri dan Pemicu Penembakan Pamudji Diduga Cekcok Ini)
Bambang juga mengatakan fungsi pengawasan pada mereka yang memegang senjata juga harus diperhatikan. Senjata tidak boleh diberikan pada mereka yang sembarangan. Mereka harus memiliki rasa tanggung jawab dan sadar akan fungsi senjata yang diberikan. Penanaman disiplin terhadap manfaat senjata api ini yang harusnya tertanam dalam jiwa mereka," katanya. Selain itu, perbaikan rekruitmen anggota juga harus diperbaiki. "Jangan hanya tahap awal saja dilakukan tes kejiwaan, melainkan harus berkala." (Baca:Pamudji Ditembak Menggunakan Senjata Piket)
Soal penembakan Pamudji, Bambang menilai ada kelonggaran relasi yang disebabkan tidak terjalinnya hubungan baik antara atasan dan bawahan. Padahal, pola kerja sama Kepolisian seharusnya dibina dengan baik karena sistem kerjanya berbeda dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dari kemungkinan yang terjadi, bisa saja atasan bersikap otoriter sehingga yang diutamakan adalah power-nya," kata dia. Sebaliknya, kata dia, bawahan merasa tertekan dengan kondisi tersebut sehingga terjadi kasus penembakan.
Masih kata Bambang, pada umumnya polisi sangatlah sulit untuk melepaskan tembakan yang ditujukan kepada orang lain, terlebih dilakukan dalam internal institusi Kepolisian. Itu menandakan kasus itu terkait faktor psikologis pelaku. Oleh karena itu, hubungan antara atasan dan bawahan harus diperbaiki sehingga terjalin dengan baik. Jadi, antara atasan dan bawahan juga perlu memiliki situasi kerja yang sejalan," katanya. (Baca:Kriminolog: Penembakan Pamudji Konflik Pekerjaan)
ILHAM TIRTA