Foto diri almarhum AKBP Pamudji ditempatkan di depan kaca mobil jenazah di rumah kediaman, Cijantung, Jakarta Timur (19/03). Brigadir Susanto, yang menjadi saksi sekaligus diduga pelaku penembakan Kepala Detasemen Kepolisian Daerah Metro Jaya AKBP Pamudji masih diperiksa. TEMPO/Dasril Roszandi
"Almarhum bilang bahwa dia sudah tenang. Dia juga meminta keluarga agar ikhlas dan menerima kejadian ini sebagai musibah," kata Nurul menirukan pesan melalui mimpi tersebut saat ditemui di rumah duka di Cijantung, Jakarta Timur. "Lewat mimpi juga, almarhum berpesan untuk tidak larut dalam masalah ini."
Nurul mengatakan, setelah menerima pesan itu, keluarga bisa lebih ikhlas dan tabah menghadapi musibah ini. "Kami sudah bisa menerima," ucapnya. Keluarga juga menyerahkan pengusutan kasus ini kepada polisi. "Kami berharap bisa segera terungkap dan tuntas. Terkait dengan hukuman kepada pelaku, kami percaya ada balasan setimpal dari Allah."
Satu cita-cita Pamudji yang belum terealisasi, kata Nurul, ialah melaksanakan umrah bersama keluarganya. "Tadinya dia sama istri dan dua anaknya mau umrah setelah pemilu, tapi keburu ada kejadian begini."
Pamudji tewas ditembak saat piket Pelayanan Markas (Yanma) di Polda Metro Jaya, Selasa malam, 18 Maret 2014. Pamudji diduga ditembak oleh anak buahnya, Brigadir Susanto. (baca juga: Bukti-bukti Brigadir Susanto Habisi AKBP Pamudji)
Berdasarkan data dari Polda Metro Jaya, kejadian itu terjadi pukul 21.30 WIB. Menurut saksi, Aiptu Dede Mulyani, Komandan Regu Dua, sebelum penembakan terjadi, korban terlibat percekcokan dengan Brigadir Susanto. Kemudian, saat Aiptu Dede meninggalkan lokasi kejadian, terdengar suara tembakan sebanyak dua kali.
Aiptu Dede kemudian kembali ke lokasi dan melihat Pamudji mengalami luka tembak di kepalanya. Pamudji sempat dibawa ke Kedokteran Kesehatan Polda Metro Jaya tapi sudah tak bernyawa. Akhirnya, jasadnya dibawa ke RS Polri. (Baca: Tewasnya AKBP Pamudji, Ditembak atau Bunuh Diri?)