Pengusaha Hiburan Tolak Rencana Kenaikan Pajak
Editor
Maria Rita Hasugian
Kamis, 26 Juni 2014 03:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Pengusaha Tempat Hiburan Malam Adrian Maulite menolak rencana Pemprov DKI Jakarta menaikkan pajak hiburan. Menurut dia, hal tersebut memberatkan pengusaha.
"Kenaikan tersebut membuat industri ini terintimidasi," kata dia kepada Tempo, Rabu, 25 Juni 2014. Pasalnya, kenaikan pajak akan berimbas pada naiknya biaya operasional industri sehingga membuat keuntungan pengusaha bisa berkurang. "Sedangkan kami punya tanggung jawab untuk memperkerjakan tenaga kerja."
Bahkan, kata Adrian, kenaikan tersebut justru akan membuat pemasukan pajak ke daerah berkurang. "Karena akan mendorong pengusaha untuk tipu-tipu pajak," kata dia. Jika pajak hiburan yang dikenakan tidak terlalu besar, menurut dia, pemasukan pajak hiburan ke daerah bisa 100 persen. "Mereka enggak akan cari jalan pintas macam-macam."
Pemasukan daerah pun bisa berkurang ketika para pengusaha hiburan terpaksa tutup karena tingginya membayar pajak. Akhirnya, hal itu akan berdampak pada jumlah pemasukan pajak. "Pengusaha kalau sudah tak sanggup ya tutup saja," kata dia. Belum dilaksanakan pun, menurut Adrian, bisa mempengaruhi psikologis kerja para pengusaha dan menjadi ancaman tersendiri dalam usahanya.
Pemprov DKI mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan Perda Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan. Dari pengajuan tersebut, tarif pajak untuk pertunjukan film pada bioskop yang semula 10 persen naik menjadi 15 persen, tarif pajak untuk jenis hiburan diskotek, karaoke, klub malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan disc jockey (DJ) dan sejenisnya yang semula 20 persen naik menjadi 35 persen. Tarif pajak untuk jenis hiburan panti pijat, mandi uap dan spa yang semula 20 persen juga naik menjadi 35 persen. Selain itu, ditambah tarif pajak untuk penyelenggaraan hiburan insidental, yakni sebesar 15 persen.
Anggota DPRD Fraksi Partai Gerindra Iman Satria mengatakan kenaikan pajak yang cukup signifikan tersebut bisa berdampak pada usaha hiburan di Jakarta. "Secara ekonomi, sangat berdampak pada cash flow masing-masing kegiatan usaha," kata dia. Dia pun mempertanyakan,apakah nantinya kenaikan pajak ini akan sepenuhnya dibebankan kepada pelaku usaha atau menjadi beban konsumen.
Lebih lanjut Iman meminta agar bila rancangan tersebut jika dilaksanakan, bisa dilakukan secara komprehensif, sistematis dan tidak hanya semata mengubah pasal terkait kenaikan persentasi pajak hiburan. "Harus tetap perhatikan juga aspek sosiologisnya, kata dia.
NINIS CHAIRUNNISA
Berita lainnya:
Video YouTube Ungkap Harrison Ford Marahi Menhut
Lecehkan Benyamin S., Acara YKS Trans TV Diprotes
Jogja Hip Hop Foundation Luncurkan Jogja Ora Didol