TEMPO.CO, Jakarta - Eksekusi penyitaan rumah milik PT Tabungan Asuransi Pensiun (Taspen) di Jalan Sumenep, Menteng, Jakarta Pusat, diwarnai kericuhan. Penghuni rumah, eks Direktur Utama Taspen Victor Siahaan dan keluarganya, menolak untuk mengosongkan rumah itu.
Eksekusi rumah ini dilakukan sejak pukul 07.00 WIB. Rumah yang berada di kawasan Taman Lawang ini disesaki ratusan polisi, TNI, Satuan Polisi Pamong Praja, dan petugas keamanan Taspen. (Baca juga: Penyidik Sita Dokumen Jual-Beli di Rumah Udar)
Kepala Desk Hukum Taspen, Paulus Indrasuyatna, penghuni rumah dinas tersebut sudah melanggar hukum karena masih menempatinya seusai pensiun. Victor diketahui pensiun pada 1991. "Sudah 24 tahun," katanya. Selain Victor di dalam rumah itu ada Anne Siahaan istri Victor dan Benjamin Siahaan, putra bungsunya.
Awalnya, negosiasi pengosongan rumah berlangsung damai. Namun suasana berubah sekitar pukul 09.30 WIB. Saat itu ada ambulans yang bersiap untuk melarikan Anne ke rumah sakit, jika penyakit jantungnya kambuh. "Kalau ada apa-apa, ini salah Taspen," teriak Benjamin.
Benjamin mengklaim rumah tersebut adalah hak sang ayah sebagai salah satu pendiri Taspen. Dia mengaku sudah berupaya membeli rumah tersebut, setelah ditawari harga Rp 2 miliar, sudah termasuk diskon setengah harga.
<!--more-->
Namun belakangan muncul surat dari Kementerian Keuangan tanggal 25 April tahun 2001, saat Taspen berada di bawah naungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara pada 2002. "Kementerian BUMN mengizinkan kami membeli rumah tapi tanpa ada potongan 50 persen seperti yang di surat Menkeu," kata Benjamin.
Niat membeli rumah ini pun urung. Benjamin menilai manajemen Taspen lalai menyampaikan surat tersebut. Kuasa hukum keluarga Siahaan, Iwan Natapriana mengatakan eksekusi ini liar. "Sengketa masih dalam proses Peninjauan Kembali," katanya. (Baca juga: KPK Sita Rumah Anas di Duren Sawit dan Tanah di Yogya)
Tapi alasan manajemen Taspen berbeda. Menurut Paulus, sudah beberapa kali Taspen berupaya mengosongkan rumah tersebut, tapi selalu gagal. Paulus mengatakan eksekusi harus segera dilakukan karena ada perintah Presiden tentang efisiesi pengeluaran lembaga negara.
Selain itu, Keputusan Menteri Keuangan tahun 1991 menyebutkan anggota direksi BUMN yang sudah tidak menjabat harus mengosongkan rumah dinas selambat-lambatnya tiga bulan.
Victor dan keluarganya akhirnya menyerah setelah Satpol PP mengunci rumah dari dalam. Manajemen Taspen pun memberi label rumah tersebut dengan papan pengumuman bertuliskan "Rumah ini milik PT Taspen". "Saya malu, diperlakukan seperti penjahat narkoba," ujar Victor.
ANDI RUSLI
Berita Terpopuler
Vonis Tommy Soeharto Jadi Novum Terpidana Mati
Moeldoko Ngiler Lihat USS Sampson dan Sea Hawk
Khotbah Jumat Ngawur, NU: Jemaah Boleh Interupsi