Megawawati Soekarno Putri duduk bersama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kedua kanan), Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat (kanan), Ibu Veronica Tan (kedua kiri) dan Ibu Heppy Farida (kiri) jelang pelantikan Wagub DKI Jakarta di Balai Agung, Balaikota Jakarta, 17 Desember 2014. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Jakarta - Agenda Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tampak padat dari Kamis pagi hingga sore, 26 Maret 2015. Begitu juga dengan agenda Sekretaris Daerah Saefullah yang padat dari pagi hingga siang hari. Namun tak ada satu pun kegiatan Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat.
Ahok direncanakan menerima kunjungan Sekolah Dharma Kebangsaan, dilanjutkan dengan rapat Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah. Agenda terakhir Ahok pada pukul 16.00 adalah menerima Wali Kota Tangerang Selatan.
Agenda Saefullah dimulai dari penyusunan service level agreement untuk proyek kereta api ekspres bandara SHIA, MRT Jakarta jalur selatan-utara, kereta api Makassar sampai Pare-pare, dan revitalisasi bandara. Berlanjut ke pembahasan pengelolaan kawasan Kota Tua dan diakhiri dengan pembahasan pengunduran diri Ketua Yayasan Putra Bahagia Jaya dan wacana pembentukan kepengurusan baru.
Seorang sumber di Balai Kota mengatakan Djarot sengaja tak menampilkan jadwal karena sering mendapatkan disposisi mendadak dari Ahok. "Pak Djarot juga terkadang mendadak blusukan, tapi bisa juga agenda blusukan yang terencana batal karena tugas mendadak," katanya. Sumber lain mengatakan Djarot terkadang memiliki agenda PDIP sehingga tak memungkinkan untuk mengumumkan jadwalnya.
Pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, mengatakan Djarot sengaja pakai strategi menghilang sejak adanya kisruh APBD antara Ahok dan DPRD. Djarot dalam perseteruan antara Ahok dan DPRD, kata dia, dalam posisi terjepit. Sebab, Djarot adalah kader PDIP. PDIP menjadi salah satu pengusung hak angket terhadap Ahok. Dalam posisi ini, strategi yang paling mudah adalah menghilang.
"Kalkulasi politiknya jelas. Walaupun kalah, Ahok tetap akan didukung publik," ujarnya. Sedangkan jika melawan Ahok, Djarot menjadi tidak populer.