TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch melaporkan pejabat perwakilan BPK DKI Jakarta, EDN, ke Majelis Kehormatan Kode Etik BPK RI. "Diduga ada pelanggaran kode etik dan potensi konflik kepentingan yang dilakukan oleh EDN," kata Firdaus Ilyas, Divisi Riset ICW di BPK RI, Gatot Subroto, pada Rabu, 11 November 2015.
Firdaus mengatakan dugaan muncul setelah pihaknya menginvestigasi laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas belanja daerah Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta semester II tahun 2014. LHP menyatakan bahwa ada lahan seluas 9.618 meter di tengah area Tempat Pemakaman Umum Pondok Kelapa, Jakarta Timur.
Lahan itu belum dibeli oleh pemerintah DKI dari sejumlah lahan yang dibebaskan pada 1979-1985. Dengan demikian, pemerintah harus membayar ganti rugi kepada pemilik lahan. Tercatat tiga nama yang memiliki empat bidang tanah dalam laporan tersebut.
Berdasarkan dokumen yang dimiliki ICW, lahan itu dimiliki oleh EDN yang dibeli pada 2005. Beberapa bulan setelah pembelian, EDN menawarkan tanahnya kepada Pemerintah Provinsi DKI. Surat penawaran dikirim hingga enam kali. Namun tawarannya ditolak Pemprov karena menilai sudah membebaskan tanah dari tahun 1979-1985.
Akibat penolakan tersebut, EDN melayangkan surat pribadi kepada BPK DKI untuk memeriksa kembali status tanah di Pondok Kelapa tersebut. Di dalamnya tertulis jelas bahwa tanah itu diakui oleh EDN sebagai miliknya. Namun masih belum dibalik nama oleh EDN.
Hingga Agustus 2014, BPK tidak kunjung mengeluarkan LHP terkait dengan tanah tersebut. Namun, kemudian pada Desember 2014, di bawah kepemimpinan EDN, muncul LHP yang menyatakan bahwa status lahan miliknya harus diganti rugi pemerintah.
Berdasarkan temuan tersebut, ICW menyimpulkan ada dugaan EDN menggunakan kewenangannya selaku pejabat strategis BPK perwakilan Jakarta untuk melakukan pemeriksaan atas status tanah pribadinya.
Laporan tersebut diterima bagian Pusat Informasi dan Komunikasi BPK RI. "Kami akan meneruskan laporan ini kepada Majelis Kehormatan Kode Etik BPK RI," ujar Dewi Ratih, anggota Humas BPK. ICW tidak diterima langsung oleh inspektur utama selaku panitera karena sedang berada di Yogyakarta.