Gagal Raih Adipura, Pemerintah Kota Tangerang Tetap Bangga
Editor
Anton Aprianto
Rabu, 25 November 2015 12:38 WIB
TEMPO.CO, Tangerang - Kota Tangerang tahun ini hanya memperoleh Anugerah Adipura urutan pertama bersama 64 kota se-Indonesia. Namun, Kota Tangerang mampu mengungguli Bandung, Jawa Barat, yang berada pada urutan keempat sebagai kota metropolitan.
Menurut Sugiharto Ahmad Bagja, Kota Tangerang tidak dinyatakan gagal meraih Adipura Kencana. Ada skala penilaian berdasarkan kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berubah, bahwa Adipura Kencana hanya diberikan kepada masing-masing perwakilan kategori kota metropolitan, besar, sedang, dan kecil.
“Kota Tangerang kategori kota metropolitan ada di bawah Surabaya atau posisi nomor dua sama seperti tahun lalu saat dapat Adipura Kencana. Kebijakan saat ini hanya diambil satu kencana untuk setiap kategori,” kata Sugiharto kepada Tempo, Rabu, 25 November 2015.
Penghargaan Adipura diberikan di Gedung Bidakara, Senin malam, 23 November 2015, oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penghargaan Adipura diberikan untuk pemerintah kabupaten/kota dan provinsi yang dinilai memiliki kinerja luar biasa dalam pengelolaan lingkungan hidup. Acara tersebut dihadiri Wakil Presiden M. Jusuf Kalla serta Menteri LHK Siti Nurbaya.
Penghargaan terhadap pemerintah daerah diberikan melalui penilaian Adipura terhadap 357 kota dan ibu kota kabupaten seluruh Indonesia. Menurut Menteri Siti dalam rilisnya menjelaskan, penilaian nasional Adipura selama empat tahun terakhir mengalami kenaikan dari 63,31 persen menjadi 67,51persen. Persentasi kenaikan 6,63 persen ini merupakan indikasi kenaikan kualitas lingkungan hidup perkotaan secara nasional.
Namun demikian dengan turunnya peringkat dari Adipura Kencana menjadi Adipura, menurut pengamat lingkungan hidup Kota Tangerang, Ade Yunus, menjadi sebuah momentum agar Kota Tangerang evaluasi program dan etos kerja Adipura dan kebersihan kota.
“Ke depan pemberdayaan masyarakat harus lebih masif, bukan parsial misalnya, taman tidak cukup hanya bersih dan indah tapi orientasi dasarnya adalah penghijauan dan menjadi aktivitas bercengkerama masyarakat,” kata Yunus.
Yunus juga mengkritisi pola pemberdayaan yang bersifat seremonial. “Stop seremonial, ubah menjadi gerakan nyata yang mampu menggerakkan habbit masyarakat yang peduli terhadap kebersihan. Misalnya gerakan pungut sampah harusnya rutin bukan seremonial,” ujarnya.
AYU CIPTA