TEMPO Interaktif, Jakarta:Karyawan Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD) mendesak pemerintah untuk segera membayar uang pesangon sebanyak 1350 karyawan dalam rangka restrukturisasi PPD. Pemerintah harus menyediakan dana talangan Rp 200 miliar. "Dana itu untuk membayar pesangon karyawan yang di-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja," kata Pande Putuyasa, Juru bicara karyawan PPD di Depo A, Ciputat, di Jakarta hari ini. Dana talangan itu, kata Putu, nantinya dapat diganti dengan dana hasil disvestasi empat aset PPD kepada pemerintah daerah DKI. "MOU sudah disepakati, tinggal menunggu sidang paripurna DPRD DKI tanggal 24 September nanti (2006)," ujar Putu. Empat aset PPD yang di disvestasi ke Pemerintah Provinsi DKI meliputi tanah dan bangunan di Depo B Cililitan, Depo C Cakung, Depo H Kramat Jati, dan Depo K Daan Mogot. Total disvertasi Rp 366 miliar. Sisanya digunakan untuk operasional PPD. Menurut Putu sekitar 80 persen atau 350 karyawan PPD telah menandatangani surat pernyataan kesediaan untuk di PHK. Karyawan yang terkena PHK akan mendapatkan kompensasi sebesar 52 bulan gaji bruto dengan masa kerja 24 tahun atau lebih. Sisanya, 20 persen karyawan PPD atau sekitar seribu orang tetap bekerja. Mahbudin, 54 tahun, seorang supir yang telah bekerja selama 29 tahun di PPD mengatakan, yang terpenting bagi saya adalah kejelasan kapan pesangon akan dibayarkan. "Wong gaji bulan Agustus ini aja tertunda lagi," katanya. Kemelut di perusahaan milik negara itu telah berlangsung kurang lebih lima tahun silam. Perusahaan yang tidak menerima subsidi mengalami kerugian rata-rata Rp 4 miliar setahun. Pendapatan rata-rata PPD Rp 8 miliar setahun, tidak sebanding dengan pengeluaran sebesar Rp 12 miliar setahun. Puncaknya, PPD tidak mampu membayar gaji karyawan selama delapan bulan, sejak 2005-2006. Pada Agustus lalu, Pemerintah telah mengucurkan dana sebesar Rp 40 miliar untuk membayar tunggakan gaji karyawan. Saat ini, ribuan karyawan PPD menginginkan kejelasan tentang kepastian pembayaran pesangon pemutusan hubungan kerja. RUDY PRASETYO