Aparat Kepolisian Kepulauan Seribu bersama TNI, dan Satpol PP saat akan melakukan penyegelan wilayah pesisir Pulau Pari. Penyegelan tersebut mendapat perlawanan dari warga hingga berakibat bentrok. FOTO: Dokumentasi Koalisi Selamatkan Pulau Pari.
TEMPO.CO, Pulau Seribu - Penyegelan Pulau Pari oleh Kepolisian Kepulauan Seribu pada hari ini, Senin, 20 November 2017, mendapat perlawanan dari warga setempat. Sempat terjadi bentrok akibat saling dorong warga dan polisi.
Koordinator Koalisi Selamatkan Pulau Pari, Ony Mahardhika, mengatakan sekitar pukul 11.15 WIB kepolisian memasang papan informasi penyegelan, kemudian warga melakukan penolakan. Akibatnya, terjadi saling dorong antara warga dan polisi.
"Lima belas orang warga mengalami luka-luka dan sejumlah ibu-ibu yang terkena pukulan sempat mendapat perawatan," kata Ony, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 20 November 2017.
Ony menuturkan, pada pukul 08.00 tadi, Kepolisian Kepulauan Seribu datang ke Pulau Pari dengan membawa 80 personel, empat anggota Tentara Nasional Indonesia, dan 30 anggota Satuan Polisi Pamong Praja untuk melakukan penyegelan. Warga merasa lahan tersebut adalah milik mereka sehingga tak mau menyerahkannya. Ony mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan kepolisian sekaligus meminta penyegelan segera dihentikan.
Ony menduga penyegelan dilakukan atas pengaduan Pintarso Adijanto, yang mengklaim memiliki sertifikat tanah di Pulau Pari. Dugaan itu dipicu papan penyegelan dengan tulisan, “tanah milik Pintarso Adijanto”.
“Warga menduga sertifikat milik Pintarso terbit dengan menyalahi aturan,” ujar Ony.
Menurut dia, warga tengah melaporkan terbitnya sertifikat Pintarso ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Ombudsman, serta Kantor Staf Kepresidenan supaya dibatalkan. Karena itu, Ony meminta kepolisian menghormati proses pelaporan yang sedang mereka lakukan agar tak terjadi lagi bentrok dengan masyarakat.