Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menjawab pertanyaan awak media usai menjalani pemeriksaan di ruang Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan penipuan dan penggelapan tanah di Polda Metro Jaya, Jakarta, 18 Januari 2018. Tempo/Fakhri Hermansyah
TEMPO.CO, Jakarta – Polisi stop penyelidikan tuduhan pencurian dan penggelapan saham senilai Rp 20 miliar oleh Sandiaga Uno sepanjang masa Pilpres 2019. Tuduhan berasal dari pelaporan oleh Fransiska Kumalawati Susilo ke Polda Metro Jaya pada akhir Juli 2018 lalu.
Kepastian stop penyelidikan disampaikan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, Jumat malam 10 Agustus 2018. Pada hari yang sama Sandiaga Uno mendaftarkan diri sebagai calon wakil presiden, berpasangan dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden.
“Tunggu selesai nyapres,” kata Argo saat dihubungi, Jumat malam, 10 Agustus 2018. Selesai proses pilpres nanti, Argo menjanjikan kasus dibuka kembali. Penangguhan pengusutan hukum untuk seseorang yang sedang mengikuti kontestasi elektoral politik ini mengikuti Peraturan Kapolri 2014.
Kepastian adanya penangguhan penyelidikan untuk kasus yang menyeret Sandiaga Uno juga disampaikan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta. “Ada aturannya dan hanya dalam proses pencapresannya saja (pengusutan) berhenti,” ujar Nico.
Dalam laporannya, Fransiska melaporkan Sandiaga Uno telah menggelapkan saham PT Japirex dan hasil penjualan saham perusahaan. Dia menuduh Sandiaga Uno telah mengalihkan 40 persen saham PT Japirex yang dititip kepadanya pada 17 Mei 2001.
Pengalihan tak diketahui Edward Seky Soeryadjaya, suami Fransiska, selaku pemilik perusahaan. Atas penjualan atau penggelapan itu Fransiska mengklaim, Edward merugi Rp 20 miliar.
Pelaporan oleh Fransiska adalah yang kedua kalinya. Pelaporan pertama tentang penjualan lahan di Curug, Tangerang, senilai Rp 12 miliar. Pelaporan yang pertama telah sempat menyeret rekan bisnis Sandiaga Uno ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus yang pertama ini berujung kepada pencabutan laporan oleh Fransiska. Dia melakukannya setelah tersangka mengembalikan kerugian sebesar Rp 3,4 miliar.