Putus Kontrak Swastanisasi Air? Anies Terancam Denda Rp 1,9 T
Reporter
Gangsar Parikesit
Editor
Zacharias Wuragil
Rabu, 23 Januari 2019 09:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum bentukan Gubernur Anies Baswedan merekomendasikan pelbagai opsi yang bisa ditempuh pemerintah DKI untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung. Satu di antaranya adalah, pemerintah DKI bisa membeli saham PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra).
Baca berita sebelumnya:
Tak Hentikan Swastanisasi Air, Anies Didesak Jalankan Putusan MA
“Pemerintah daerah yang akan menelaah lebih jauh mana yang paling menguntungkan,” kata Anggota Tim Evaluasi, Tatak Ujiyati, seperti dikutip dari Koran Tempo Rabu 23 Januari 2019.
Gubernur Anies membentuk Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum sejak Agustus lalu, setelah ada Putusan Mahkamah Agung Nomor 31K/Pdt/2017 tanggal 10 April 2017. Mahkamah mengabulkan permohonan kasasi Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta.
Dalam amar putusannya, Mahkamah menilai kerja sama PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra sejak 6 Juni 1997 melanggar aturan. Hakim kasasi pun memerintahkan para tergugat menghentikan kebijakan privatisasi air minum di DKI dan mengembalikan pengelolaannya kepada PAM Jaya.
Baca juga:
Stop Swastanisasi Air, Anies Akui Opsi Borong Saham
Seorang anggota Tim Evaluasi menuturkan, satu opsi yang kemudian disarankan kepada Anies ialah pembelian saham Palyja dan Aetra. Pembelian saham Palyja disebut akan menguntungkan pemerintah DKI. Sebab, bila kontrak privatisasi air dengan operator swasta berlanjut sampai 2023, PAM Jaya berpotensi berutang hingga Rp 6,79 triliun kepada Palyja.
<!--more-->
Perkiraan utang itu berasal dari kewajiban PAM Jaya menanggung shortfall alias selisih biaya produksi dan penerimaan operator swasta. “Dengan pembelian saham itu, secara tak langsung PAM Jaya menghapus potensi utang,” katanya.
Baca juga:
Swastanisasi Air, Anies Baswedan Pastikan DKI Tak Ikuti Kemenkeu
Adapun untuk Aetra, menurut anggota Tim Evaluasi, mekanisme pembelian saham tidak cocok. Sebab, Aetra memiliki utang kepada pihak lain. Utang itu akan menjadi tanggung jawab pemerintah DKI bila membeli saham Aetra.
Opsi lain yang bisa ditempuh, menurut anggota Tim Evaluasi, ialah pemutusan kontrak kerja sama PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra. Namun pemutusan kontrak di tengah jalan itu berpotensi menimbulkan denda sekitar Rp 1,9 triliun. Adapun perjanjian kerja sama PAM Jaya dengan operator swasta itu baru berakhir pada 2023.
Anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum, Bambang Harymurti, tidak membenarkan ataupun menyanggah informasi itu. “Biar gubernur yang memutuskan,” kata dia. Adapun anggota Tim Evaluasi lainnya, Nila Ardhianie, memilih irit berkomentar. “Tunggu dulu, waktu kerja tim masih ada untuk finalisasi,” kata dia.
Baca:
Ahok Memaki Gugatan Swastanisasi Air ke Pengadilan, Alasannya ...
Anies Cerita Kendala Penuhi Keputusan MA Soal Swastanisasi Air
Opsi pembelian saham sebenarnya tidak baru. Rencana ini pernah dibuat di era Gubernur Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Rencana saat itu terhambat proses gugatan oleh koalisi terhadap Palyja di pengadilan.