Contoh Surabaya, Ini 6 Alasan untuk Anies Tolak Swastanisasi Air

Minggu, 10 Februari 2019 20:47 WIB

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan saat sesi wawancara dan foto dengan TEMPO di kantornya, Balai Kota, Jakarta, 15 Oktober 2018. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air terus mendesak Gubernur Anies Baswedan untuk segera memutus kontrak kerja sama air bersih dengan swasta. Atas sejumlah alasan, Anies diminta tak gentar.

Baca berita sebelumnya:
Desakan Stop Swastanisasi Air, Kemauan Anies Dipertanyakan

Pengacara publik Koalisi, Tommy Albert, mengatakan banyak negara juga telah mengambilalilh pengelolaan air dari swasta. Sepanjang 2000-2005 lalu, Albert menyebutkan, ada 235 kasus pengambilalihan pengelolaan air.

"Kasus yang akan terjadi di Jakarta bukan sesuatu yang baru," kata Albert di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Ahad 10 Februari 2019.

Koalisi menghimpun enam alasan berikut ini untuk membantu Anies membuat keputusannya,

Advertising
Advertising

1. Tarif murah karena tidak dibebani keuntungan swasta

Albert mengatakan, harga air di DKI dipatok dengan mempertimbangkan keuntungan bagi mitra swasta yang menjadi operator, Palyja dan Aetra. "Setiap air yang dibayar oleh warga, juga ada keuntungan swasta yang kita bayarkan," kata dia.

Pengunjung meminum air saat peresmian fasilitas air siap minum (drinking fountain) oleh PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, Rabu, 7 November 2018. TEMPO/Muhammad Hidayat

Karena pertimbangan keuntungan untuk swasta itu, harga air baku di Ibu Kota dianggap menjadi mahal. Dia membandingkan dengan harga air di Surabaya yang dikelola sepenuhnya oleh PAM Surya Sembada.

Baca:
Swastanisasi Air, Anies Didesak Tunjukkan Wibawa dengan Cara ...

PAM Jaya dan operatornya, Palyja dan Aetra mematok air bersih seharga Rp 7.800 per meter kubik. Padahal, mereka membeli air dari PJT II Rp 202 per meter kubik. Sedangkan, Pemerintah Kota Surabaya memasang tarif Rp 2.860 per meter kubik. PAM Surya Sembada mendapatkan air dari PJT I seharga Rp 133 per meter kubik.

<!--more-->

2. Keuangan negara tidak dibebani menjamin keuntungan swasta

Albert berujar, Palyja dan Aetra dimanjakan dengan jaminan mendapat keuntungan dari pemerintah seperti ada dalam kontrak. Jaminan itu pula yang menjadi alasan Kementerian Keuangan mengajukan permohonan Peninjauan Kembali atas putusan kasasi yang memenangkan koalisi.

Baca:
PK Kemenkeu Dikabulkan, Anies Tetap Mau Stop Swastanisasi Air

"Nah, kalau negara gagal memberikan keuntungan yang sudah disepakati, maka uang negara dari APBD atau APBN yang akan diambil untuk membayar," kata Albert.

3. Keuntungan untuk negara sama dengan keuntungan untuk warga negara

Albert mengatakan, jika pengelolaan air dipegang PAM Jaya maka keuntungan sepenuhnya akan dinikmati negara. Uang itu lantas bisa digunakan untuk kepentingan kemakmuran warga negara.

PT Aetra. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

Dia kembali mencontohkan Surabaya. Pada 2017, PAM Surya Sembada memperoleh keuntungan Rp 280 miliar. Keuntungan itu disebut digunakan untuk melunasi utang, berinvestasi dalam pengelolaan air, serta tidak lagi meminta-minta duit APBD. "Bahkan menyumbang dividen Rp 100 miliar ke Pemko Surabaya tahun itu," kata dia.

Baca:
Lima Pendapat Hukum untuk Anies Soal Swastanisasi Air Adalah ...

Sedangkan laporan keuangan Aetra pada 2016, pendapatan perusahaan disebut mencapai Rp 1,2 triliun. Pendapatan didapat dari hasil menjual 175 juta meter kubik air. Sedangkan besar labanya mencapai Rp 400 miliar setahun. Jika dihitung per hari, Aetra menerima laba sekitar Rp 1,096 miliar.

<!--more-->

4. Pengambilalihan pengelolaan air dari swasta membuat semakin banyak warga menikmati air bersih

Albert menghitung, laba Aetra Rp 1 miliar per hari tersebut sama nilainya dengan mengratiskan biaya air untuk satu juta warga DKI setiap hari. Hal itu dihitung bila rata-rata warga DKI menghabiskan 144 liter air per hari dengan harga yang ada di DKI. "Kalau diambil alih, maka semakin banyak warga yang bisa mengakses air," kata dia.

Baca:
LBH Undang Bahas Swastanisasi Air, Begini Jawaban Anies

5. Aset negara kembali ke negara

Albert mengatakan, Aetra dan Palyja tidak membangun fasilitas baru untuk mengelola air di Jakarta. Swasta diduga menggunakan aset negara senilai Rp 1 triliun untuk menjalankan operasi usaha. Albert lantas membandingkan dengan Freeport, yang harus membangun pengeboran sendiri di Papua. "Swasta datang dan menggunakan fasilitas yang sudah dibangun oleh negara, yaitu milik PDAM," kata Albert.

Palyja menyelesaikan pekerjaan teknis di IPA 2 Pejompongan, Minggu, 18 Februari 2018.

6. Partisipasi Publik

Menurut Albert, jika air di Jakarta dikelola oleh BUMD, maka publik dapat lebih berpartisipasi. Akses informasi ihwal harga dan biaya dapat lebih mudah didapatkan. "Warga punya banyak mekanisme untuk mengontrol negara mengelola air melalui Gubernur, DPRD, atau Ombudsman," ujarnya.

Berita terkait

Kans Gabung di Kabinet Prabowo-Gibran: Anies Tak Mau Berandai-andai, Ganjar Sebut Lebih Baik di Luar

4 jam lalu

Kans Gabung di Kabinet Prabowo-Gibran: Anies Tak Mau Berandai-andai, Ganjar Sebut Lebih Baik di Luar

Anies tidak mau berandai-andai. Sedangkan Ganjar menyebutnya lebih baik di luar kabinet Prabowo-Gibran. Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

Minta Parpol Pendukung Anies dan Ganjar Tak Gabung KIM, Pengamat: Hormati Suara Rakyat yang Tak Pilih Prabowo-Gibran

6 jam lalu

Minta Parpol Pendukung Anies dan Ganjar Tak Gabung KIM, Pengamat: Hormati Suara Rakyat yang Tak Pilih Prabowo-Gibran

Ray Rangkuti menyinggung partai non-koalisi KIM yang hendak bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. Hal itu dianggap tidak menghormati rakyat

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Singgung Peluang Masuk Kabinet Prabowo-Gibran

16 jam lalu

Anies Baswedan Singgung Peluang Masuk Kabinet Prabowo-Gibran

Anies Baswedan mengakui dirinya masih kerap ditanya apakah akan masuk kabinet pemerintahan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.

Baca Selengkapnya

Rencana Anies Usai MK Tolak Gugatan: Istirahat Sejenak, Lalu Perjalanan Baru

17 jam lalu

Rencana Anies Usai MK Tolak Gugatan: Istirahat Sejenak, Lalu Perjalanan Baru

Anies Baswedan membeberkan rencananya setelah gugatan kubunya ditolak Mahkamah Konstitusi.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Soal Putusan MK: Perjuangan Tidak Sia-sia

17 jam lalu

Anies Baswedan Soal Putusan MK: Perjuangan Tidak Sia-sia

Anies Baswedan menyatakan langkah barisannya melakukan gugatan dugaan kecurangan Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK) bukanlah hal sia-sia.

Baca Selengkapnya

Anies soal Kemungkinan Jadi Menteri di Pemerintahan Prabowo: Saya Tidak Berandai-andai

1 hari lalu

Anies soal Kemungkinan Jadi Menteri di Pemerintahan Prabowo: Saya Tidak Berandai-andai

Anies Baswedan mengomentari peluang bergabung dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai menteri.

Baca Selengkapnya

Anies soal Peluang Maju di Pilgub Jakarta: Sekarang Rehat Dulu

1 hari lalu

Anies soal Peluang Maju di Pilgub Jakarta: Sekarang Rehat Dulu

Anies Baswedan menanggapi singkat wacana dirinya akan maju kembali sebagai calon gubernur di Pilkada DKI Jakarta 2024.

Baca Selengkapnya

Anies Nilai PKS Berada di Persimpangan Jalan usai Putusan MK

1 hari lalu

Anies Nilai PKS Berada di Persimpangan Jalan usai Putusan MK

PKS belum menentukan apakah bergabung dengan pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto atau berada di luar pemerintahan.

Baca Selengkapnya

Deretan Aktivitas dan Pesan Anies setelah Pilpres 2024

2 hari lalu

Deretan Aktivitas dan Pesan Anies setelah Pilpres 2024

Setelah berakhir Pilpres 2024 dan putusan MK, Anies Baswedan telah melakukan berbagai aktivitas. Ia juga menyampaikan beberapa pesan dan pandangannya

Baca Selengkapnya

Hadiri Halalbihalal, Anies dan Cak Imin Kompak Ucapkan Selamat Ulang Tahun untuk PKS

2 hari lalu

Hadiri Halalbihalal, Anies dan Cak Imin Kompak Ucapkan Selamat Ulang Tahun untuk PKS

Anies dan Cak Imin hadir dalam halalbihalal PKS yang juga mengundang sejumlah elite partai politik.

Baca Selengkapnya