Tawuran Manggarai Bermodus Narkoba, Begini Pengamat Sebut Efektif
Reporter
M Yusuf Manurung
Editor
Dwi Arjanto
Sabtu, 21 September 2019 04:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Dugaan adanya transaksi narkoba dibalik peristiwa tawuran antarwarga di atas rel kereta api Stasiun Manggarai, disingkat tawuran Manggarai, pada Rabu, 4 September menjadi kenyataan.
Hal itu pasca anggota Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan menangkap seorang kurir sabu berinisial AR di sekitar lokasi tawuran Manggarai tersebut. Dugaan modus baru transaksi narkoba itu sebelumnya sempat dibantah oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).
Psikolog dan ahli forensik Reza Indragiri merupakan orang pertama yang mengungkapkan dugaan itu kepada publik. Ia mengaku mendapat informasi dari sejumlah tokoh masyarakat Manggarai.
"Tawuran di wilayah itu kerap dirancang sebagai pengalih perhatian menjelang masuknya narkoba dalam jumlah besar ke sana," ujar Reza kepada Tempo, Jumat, 20 September 2019.
Indra mengatakan, tawuran di Manggarai sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Jika benar ada transaksi narkoba dibalik setiap tawuran tersebut, Indra menilai cara yang dilakukan oleh para pengedar untuk pengalihan perhatian warga dan aparat keamanan itu dapat dikategorikan efektif.
"Pengulangan adalah bukti bahwa pelaku memperoleh manfaat dari apa yang mereka lakukan," ujar Indra.
Indra berujar, transaksi narkoba dibalik tawuran warga adalah contoh kejahatan dengan motif instrumental. Motif ini disebut berbeda dengan motif perasaan negatif. Menurut dia, motif instrumental merupakan kejahatan untuk mendapatkan manfaat tertentu yang tidak ada sangkut pautnya dengan perasaan negatif.
"Salah satu manifestasi dari motif instrumental tersebut adalah kejahatan atau pelanggaran hukum yang dilakukan untuk menutupi kejahatan atau pelanggaran hukum lain," ujar Indra.
Indra pun menilai tawuran turun-temurun di kawasan Manggarai - Pasar Rumput sebagai merupakan bukti konkret bermain-mainnya motif instrumental tersebut.
Pekerja Sosial Manggarai, Sunarto membenarkan adanya indikasi transaksi narkoba dalam setiap tawuran di Manggarai. Faktor lain yang memicu tawuran menurut dia adalah perebutan lahan dan kebencian antara warga yang sudah tertanam selama bertahun-tahun.
"Sudah musuh bebuyutan," kata Sunarto.
<!--more-->
Menurut dia, gesekan yang kerap terjadi di kawasan Tebet dan Menteng melibatkan banyak kelompok warga. Masing-masing kelompok memiliki musuh hingga kerap bentrok.
"Contohnya, warga Manggarai dengan Menteng Tenggulun dan warga Menteng Sukabumi dengan warga Pasar Rumput," kata dia.
Dua hari pasca tawuran di Manggarai pecah, polisi gabungan menangkap kurir sabu berinisial AR di bawah flyover di kawasan Tebet. Lokasi penangkapan AR memang tidak jauh dari titik tawuran berlangsung.
Kepala Satuan Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan, Komisaris Vivick Tjangkung mengatakan anggotanya menemukan sabu seberat 87 gram di kontrakan tersangka setelah melakukan pengembangan. Saat diinterogasi, AR disebut mengaku bahwa tawuran terjadi setiap kali ada transaksi narkoba di wilayah tersebut.
"Ini merupakan satu keberhasilan Polsek Tebet bisa menangkap tersangka beserta barang bukti yang ada di sini," kata Vivick di kantornya, Senin, 16 September 2019.
Menurut dia, AR mengaku menerima sabu dari seorang buron yang mengarah ke Lembaga Pemasyarakatan atau Lapas Cipinang. AR mengaku sudah melakukan transaksi sebanyak 10 kali dalam satu tahun dan setiap melakukan transaksi menerima dana yang menggiurkan.
"Jadi sudah terjawab banyak sekali kejadian tawuran Maggarai yang berbarengan dengan adanya transaksi narkoba, hari ini terjawab ini baru sekali kita temukan barang bukti seperti ini dan diakui oleh tersangka," ujar Vivick.
Setelah menangkap AR, polisi juga menangkap sejumlah kurir narkoba lainnya di wilayah Jakarta Selatan. Total ada empat kasus yang diungkapkan, tiga di antaranya sabu dan satu ekstasi. Setiap kurir memiliki jaringan berbeda dan mengedarkan dengan sistem terputus. Tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman 20 tahun penjara.
M YUSUF MANURUNG | ANTARA