Mengaku Trauma, Petugas Ambulans Korban Kekerasan Polisi Bungkam
Reporter
Tempo.co
Editor
Zacharias Wuragil
Kamis, 3 Oktober 2019 21:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dokter dan petugas medis di mobil ambulans DKI Jakarta yang menjadi korban kekerasan polisi pada Rabu malam 25 September 2019 mengaku trauma dan menolak bicara. Pada malam itu mereka disergap aparat saat berada di kawasan Pejompongan dan sempat dituduh membawa batu untuk massa perusuh buntut demonstrasi di DPR RI.
Ketua Umum Jakmove Taufik Hoesien mengungkap kondisi dokter dan petugas medis itu saat dihubungi, Kamis 3 Oktober 2019. "Untuk saat ini korban petugas ambulans belum mau mengambil langkah apapun, masih trauma," katanya.
Taufik berencana mengadukan kekerasan yang terjadi pada malam itu ke Polda Metro Jaya pada Senin lalu. Sembari melaporkan berita bohong alias hoax bahwa ambulans membawa batu untuk perusuh. Tapi pelaporan itu urung dilakukan hingga berita ini dibuat karena Jakmove tidak berhasil mengajak serta satu pun saksi korban.
"Petugas ambulans dinas gak berani juga mendahului pimpinan (dinas)," kata Taufik.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Sri Widyastuti mengatakan tiga petugas medis ambulans DKI digebuki anggota polisi pada malam itu, ketika menolong para demonstran yang terluka. Ia menuturkan ketiga anak buahnya itu mengalami luka dan beberapa harus dijahit.
Widiastuti menerangkan ketiga petugas medis tersebut berasal dari Puskesmas Pademangan di Jakarta Utara. Mereka sempat ditahan polisi selama satu hari karena tuduhan bawa batu dan besin itu sebelum polisi mengaku salah sangka.
Setelah ditahan selama sehari, mereka dibebaskan dan dirujuk ke Rumah Sakit Tarakan. "Sudah pulang tapi mereka belum bisa cerita dengan maksimal. Saya masih menghargai mereka butuh istirahat," ujarnya.
Tempo mencoba mendatangi Puskesmas Pademangan, Kamis 3 Oktober 2019. Reaksi yang didapat sama: menolak buka suara atas peristiwa kekerasan yang mereka alami dari aparat.
<!--more-->
Seorang petugasnya langsung mengunci rapat akses bertemu petugas medis yang bertugas pada malam terjadi demonstrasi ricuh tersebut. “Kami tidak ada statement apapun,” katanya.
Kepala Puskesmas Pademangan, Dara Pahlarini, berhasil dihubungi via sambungan telepon. Tapi juga menolak memberi keterangan sedikitpun. “Kalau dari saya tidak mau kasih penjelasan. Semuanya dari Dinas Kesehatan saja,” kata dia.
Terpisah, juru bicara Palang Merah Indonesia (PMI) Anggun Permana Sidiq setali tiga uang. Sebanyak lima unit ambulans PMI juga sempat ditahan polisi pada malam yang sama. Anguun hanya mengatakan tenaga medis PMI korban kekerasan itu sudah mulai bekerja kembali.
"Kami lagi bikin movement statement terkait hal ini (kekerasan aparat kepada tenaga medis PMI), cuma lagi diproses. Senin atau Selasa hasilnya keluar," kata dia.
Sebelumnya, pada kerusuhan Rabu, 25 September 2019 dua instalasi medis, yakni ambulans DKI dan ambulans PMI yang terparkir di lobi gedung Menara BNI Pejompongan, Jakarta Pusat, sempat dituduh membawa batu dan bensin. Tuduhan itu dilontarkan oleh anggota Brimob yang merangsek ke lobi Menara BNI karena melihat mobil ambulans terparkir dan sedang membantu para korban yang terluka serta sesak nafas.
Menurut seorang saksi mata yang ditemui Tempo di Menara BNI, anggota Brimob marah melihat ambulans yang terparkir di lobi Menara BNI dan memaksa mobil medis itu keluar. Saat dua mobil itu dibawa keluar, Brimob dengan beringas menggebuki, menendang dan mementung belasan tenaga medis yang membantu korban. Polisi menuduh ambulans menyuplai batu dan bensin untuk para pendemo.
Padahal selama berada di dalam lobi, kata saksi mata, tidak ada batu dan bensin seperti yang dituduhkan polisi yang sempat terunggah di media sosial. "Saya melihat sendiri ambulans itu cuma membantu. Tidak ada yang membawa batu. Makanya saya bingung ada yang bilang bawa batu," kata seorang saksi yang tak mau disebutkan namanya.
M. JULNIS FIRMANSYAH | IMAM HAMDI | MEIDYANA ADITAMA WINATA