Penanggulangan Banjir Oleh Anies Baswedan Miskin Realisasi
Reporter
Imam Hamdi
Editor
Aditya Budiman
Senin, 2 Maret 2020 10:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kedodoran dalam menanggulangi banjir Jakarta. Hal itu terlihat dari banjir besar yang berulang sejak Januari sampai akhir Februari 2020. Program penanggulangan banjir era Gubernur Anies Baswedan pun miskin realisasi di lapangan.
Dari laporan Majalah Tempo awal Maret ini, sejumlah program penangkal banjir yang digadang-gadang Anies tak berjalan mulus. Ketika baru dilantik sebagai Gubernur Jakarta pada Oktober 2017, Anies Baswedan mengaku akan menggalakkan pembangunan sumur resapan untuk menghalau banjir.
Faktanya, dari target pembangunan 1.300 sumur resapan pada 2019, DKI baru bisa membangun sekitar 500 sumur. Tahun lalu, Suku Dinas Perindustrian Jakarta Utara bahkan tak menganggarkan dana untuk pembuatan sumur resapan.
Dalam program unggulan Anies itu, serapan anggaran juga kedodoran. Dari empat wilayah di Jakarta Selatan, Pusat, Timur, dan Barat, hanya Jakarta Pusat yang serapannya lumayan.
Dari target belanja Rp 1,4 miliar, yang terealisasi Rp 811 juta atau 56,31 persen. Di wilayah lain, serapan anggaran pembangunan sumur malah di bawah 20 persen. Tahun ini, anggaran sumur resapan kembali dialokasikan sebesar Rp 7 miliar.
Program pengendalian banjir lain juga tak jelas pelaksanaannya. Pengadaan lahan untuk proyek normalisasi Sungai Ciliwung, misalnya. Terbentang dari jembatan tol lingkar luar Jakarta (T.B. Simatupang) sampai pintu air Manggarai, proyek ini baru terealisasi sepanjang 16 kilometer dari total 33,5 kilometer.
Ketika ditanyai soal berbagai masalah dalam pengendalian banjir Jakarta, Anies tak banyak berkomentar. Dia hanya mengatakan fokus saat ini pada penanganan banjir. “Nanti Anda berdiskusi soal sebabnya. Izinkan saya bekerja sehingga bisa menuntaskan,” katanya, Selasa, 25 Februari lalu.
<!--more-->
Masih mengutip laporan Majalah Tempo, anggaran penanggulangan banjir di era Anies Baswedan juga terus dicukur. Pada 2018, total anggaran program pengendalian banjir di dinas sumber daya air dan suku dinas mencapai Rp 3,5 triliun. Tahun berikutnya, anggaran menurun sekitar Rp 500 miliar menjadi Rp 3 triliun. Tahun ini, dana itu kembali menyusut menjadi Rp 2,5 triliun.
Anggaran banjir tersebut salah satunya digunakan untuk pengelolaan dan pembelian pompa air. Dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2019, belanja pos pengelolaan pompa stasioner, mobile, dan pintu air di Jakarta Selatan mencapai 83,19 persen. Dari target Rp 19 miliar, terealisasi Rp 15 miliar. Sedangkan di Jakarta Barat, realisasi pengelolaan pompa 88,79 persen dari target Rp 41 miliar.
Berdasarkan data dari Dinas Tata Air DKI Jakarta, pada 1 Januari lalu, pompa air yang tak berfungsi mencapai 76 unit. Per 26 Februari, jumlah yang rusak turun menjadi 35 pompa. Puluhan pompa yang mati itu tersebar di Jakarta Utara sebanyak 12 pompa, Jakarta Timur dan Barat (7 pompa), Jakarta Pusat (6 pompa), serta Jakarta Selatan (3 pompa).
Sekretaris Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Dudi Gardesi mengatakan pompa yang rusak itu sebagian karena terendam banjir. “Ada juga yang karena overheat,” ujarnya. Menurut dia, sejumlah pompa sedang dalam perbaikan.
Selain itu, lima suku dinas sumber daya air, hanya Jakarta Pusat dan Jakarta Barat yang menganggarkan pengadaan pompa air pada 2019. Tapi realisasinya berbanding terbalik. Belanja pengadaan pompa di Jakarta Barat mencapai 70,61 persen atau Rp 9 miliar dari target Rp 13 miliar. Sedangkan di wilayah Jakarta Pusat, serapannya cuma Rp 97 juta atau 0,67 persen dari target Rp 14 miliar.
Minimnya penyerapan anggaran penanggulangan banjir Jakarta jelas mengkhawatirkan. Soalnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geoflsika telah memperingatkan potensi curah hujan ekstrem akan berlangsung hingga Maret. “Pada 2020, curah hujan akan makin meningkat mulai Januari sampai Maret,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati pada akhir Desember 2019.
IMAM HAMDI | MAJALAH TEMPO