Pengakuan Ravio Patra Soal Keganjilan, Intimidasi, Saat Ditangkap
Reporter
M Julnis Firmansyah
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 4 Juni 2020 14:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Peneliti kebijakan publik Ravio Patra mengungkap ada beberapa keganjilan dalam penangkapannya pada Kamis dini hari, 23 April 2020.
Selain polisi tidak bisa menunjukkan surat perintah penangkapan dan surat tugas, dalam perjalanan menuju Polda Metro Jaya dia juga mendapat intimidasi dari polisi.
"Saya diancam kalau gak ngaku, mau diplastikin. Ini menurut saya intimidasi, bikin saya takut duluan," ujar Ravio Patra saat konferensi pers online, Kamis, 4 Juni 2020.
Tak cuma mendapat intimidasi, Ravio Patra mengatakan polisi juga memeriksa ponsel serta laptopnya dengan paksa. Mereka memaksa Ravio memberikan kode akses ke gawainya tersebut tanpa surat perintah.
Sesampainya di Polda Metro Jaya, penyidik yang melakukan pemeriksaan juga melontarkan pernyataan yang menurut Ravio aneh dan tidak relevan dengan kasus tersebut. "Kejanggalan ke pertanyaan juga, ya. Saya ditanya kerja di mana, gaji per bulan berapa, agamanya apa," ujar Ravio.
Saat diproses untuk pembuatan berita acara pemeriksaan (BAP), Ravio Patra menolak untuk menjawab pertanyaan polisi. Sebab, ia ingin proses BAP didampingi oleh kuasa hukum. Ravio pun berkali-kali meminta kepada polisi agar diberikan akses untuk menghubungi kuasa hukumnya.
Namun polisi tak memberikan akses dengan alasan waktu sudah menunjukkan pukul 03.00 pagi dan tak ada kuasa hukum yang bisa dihubungi. Penyidik juga mengancam akan melapor ke atasannya bahwa Ravio tak kooperatif saat di-BAP.
"Saya akhirnya jawab beberapa pertanyaan penyidik, sambil saya terus meminta akses menghubungi kuasa hukum saya," kata Ravio.
Saat menandatangani BAP yang berjumlah 4 rangkap, Ravio mengaku kaget. Sebab dalam BAP tertulis statusnya dalam kasus ini adalah tersangka. Ravio baru bisa bertemu dengan kuasa hukumnya pada Jumat sore, 24 April 2020, setelah BAP selesai dan para kuasa hukum dipersulit bertemu aktivis itu.
Penangkapan terhadap Ravio Patra disebabkan pesan berantai bernada provokatif dari aplikasi WhatsApp di ponsel miliknya. Ravio membantah bahwa dia yang menyebarkan pesan tersebut dan mengaku bahwa aplikasi WhatsApp-nya diretas seseorang.
Ravio dan tim kuasa hukumnya yang tergabung dalam Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus (KATROK), sudah melaporkan dugaan peretasan itu ke Polda Metro Jaya bulan lalu. Namun hingga saat ini, belum ada kelanjutan dari pengusutan laporan tersebut.