Pakaian Antihuru-hara Polisi Disoroti, Pengamat: Hilangkan Kesan Humanis
Reporter
M Julnis Firmansyah
Editor
Martha Warta Silaban
Sabtu, 10 Oktober 2020 10:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti pakaian antihuru-hara yang dikenakan personel kepolisian saat mengamankan jalannya demonstrasi buruh dan mahasiswa pada Kamis, 8 Oktober 2020.
Menurut Reza, pakaian bak robot itu menimbulkan kesan menyeramkan dan membuat masyarakat tak percaya bahwa polisi akan menangani demonstran dengan cara humanis.
"Tercipta kesan kuat bahwa situasi amat berbahaya, bahkan mengarah ke zona perang. Ini bisa mempengaruhi psikologi masyarakat," ujar Reza dalam keterangan tertulis, Sabtu, 10 Oktober 2020.
Baca Juga: Polisi Dalami Keterlibatan Perusuh Bayaran Saat Demo Omnibus Law Cipta Kerja
Selain itu, atribut baju antihuru-hara yang serba hitam, berpenutup wajah, dan tanpa tanda pengenal berpeluang memunculkan perilaku brutal polisi. Hal ini membuat menjadi kondisi 'ideal' untuk aparat berperilaku kekerasan eksesif (tak terkendali).
"Studi juga tidak melihat adanya dampak kostum dan peralatan ala militer terhadap penurunan kekerasan (dari pihak lain) dan keamanan personel sendiri," kata dia.<!--more-->
Dalam aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Istana Negara, sejumlah massa menjadi korban kekerasan aparat kepolisian. Tak cuma para pendemo, sejumlah jurnalis pun juga menjadi sasaran kebrutalan polisi.
Aliansi Jurnalis Independen atau AJI mencatat 7 orang jurnalis menjadi korban kekerasan polisi saat meliput. Sejumlah jurnalis juga dikabarkan ditangkap.
“Jumlah ini bisa bertambah, kami masih menelusuri dan memverifikasi,” kata pengurus AJI Jakarta Asnil Bambani dalam keterangan tertulis, Jumat, 9 Oktober 2020.
Jurnalis yang diduga menjadi korban kekerasan salah satunya Tohirin dari CNNIndonesia.com. Thohirin mengaku dipukul dan ponselnya dihancurkan. Tohirin menerima perlakuan itu ketika meliput demonstran yang ditangkap polisi di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat.
Peter Rotti, wartawan Suara.com yang meliput di daerah Thamrin juga menjadi sasaran polisi. Ia merekam saat polisi diduga mengeroyok demonstran. Anggota Brimob dan polisi berpakaian sipil menghampirinya meminta kamera Peter. Peter sempat menolak. Namun kemudian Peter diseret, dipukul dan ditendang gerombolan polisi yang membuat tangan dan pelipisnya memar. “Kamera saya dikembalikan, tapi mereka ambil kartu memorinya,” ujar Peter.