Fakta Penggerudukan Markas GPII dan Pemukulan Relawan Muhammadiyah
Reporter
M Julnis Firmansyah
Editor
Juli Hantoro
Kamis, 15 Oktober 2020 06:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tindakan represif aparat itu hingga memakan korban luka dari tim relawan medis dari Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia atau PP GPII setelah kericuhan demo tolak Omnibus Law menjadi sorotan.
Berikut ini merupakan fakta dari penganiayaan relawan Muhammadiyah dan penggerudukan disertai kekerasan di markas GPII saat aksi 1310.
1. Polisi Geruduk dan Tangkapi Puluhan Demonstran di PP GPII
Polisi menggeruduk markas Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Indonesia (PP GPII) di Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat saat Aksi 1310 Menolak UU Cipta Kerja pada Selasa malam, 13 Oktober 2020. Polisi juga menangkap puluhan demonstran dan lima warga setempat.
Seorang warga Menteng Raya 58, Oji (bukan nama sebenarnya), mengatakan ada lima warga yang ditangkap polisi. Ia mengatakan mereka tetap dibawa kendati sudah menjelaskan bukan demonstran.
"Salah satu yang dibawa tadi Pak RT. Empat sudah pulang, tinggal satu lagi," kata Oji ketika ditemui Tempo di sekitar GPII, Rabu dini hari, 14 Oktober 2020.
Oji mengatakan ketua RT pulang dengan luka robek di kepala. Seorang remaja berusia 16 tahun yang sempat ditangkap juga pulang dalam kondisi luka di kepala dan bibir.
2. Polisi Tembakkan Gas Air Mata ke Perkampungan
Oji mengatakan polisi memasuki kawasan perkampungan Menteng Raya sekitar pukul 19.30 WIB. Ketika itu, sebagian warga memang sedang berada di pinggir jalan untuk menonton bentrokan demonstran dan aparat di Kwitang.
Tiba-tiba, kata Oji, polisi datang dari dua arah. Mereka menembakkan gas air mata ke arah markas GPII dan perkampungan yang terletak di belakang bangunan GPII. "Gas air mata ke arah kampung, padahal banyak ibu-ibu dan anak-anak," kata Oji.
Tempo mengonfirmasi penembakan gas air mata ke arah permukiman warga ini kepada Kepala Kepolisian Resor Jakarta Pusat Komisaris Besar Heru Novianto. Heru tak membantah atau membenarkan hal ini. "Sudah aman semua," kata Heru ketika dihubungi pada Selasa malam, 13 Oktober 2020.
3. Pemukulan Relawan Muhammadiyah dan GPII
Seorang relawan medis, Akbar (bukan nama sebenarnya) mengatakan aparat memukuli orang-orang yang ditangkap. Ia mengatakan tim medis dari Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), Dompet Dhuafa, hingga kelompok ojek online termasuk yang menjadi korban.
"Meskipun sudah menyebut petugas medis tetap dipukuli," kata Akbar saat ditemui di Menteng Raya.
Sementara itu, Koordinator Pusat brigade GPII, Sapiul Aman, mengatakan kader GPII yang ditangkap dalam insiden itu sebanyak enam orang.
"Total ada 16 orang. 6 orang kader GPII dan PII 10 kader. GPII dan PII beda organisasi, tapi kami satu rumpun," kata Sapiul dalam keterangan tertulis.
Sapiul menambahkan, sejumlah kader PII diserang dan dipukul popor senjata oleh oknum aparat hingga luka. Darah pun berceceran di ruang sekretariat mereka usai kerusuhan.
4. Relawan Muhammadiyah Ditabrak dan Diseret Motor
Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), Budi Setiawan dalam keterangan tertulisnya menyampaikan empat anak buahnya mendapat perlakuan tak manusiawi dari aparat. Saat itu keempat korban sedang berada di pinggir jalan Kramat Raya untuk membantu korban kerusuhan.
"Mereka ditabrak dulu dengan motor oleh polisi, lalu dipukul. Setelah jatuh, diseret ke mobil sambil dipukul tongkat dan ditendang," ujar Budi dalam keterangan tertulisnya.
Ia mengatakan seluruh anak buahnya itu sudah mengenakan rompi bertuliskan "Relawan Muhammadiyah", namun tetap dihajar oleh oknum aparat. Para relawan sempat diseret ke mobil polisi, namun berhasil diminta rekan-rekannya agar tidak dibawa, dan dirawat Tim Kesehatan Muhammadiyah.
Budi mengatakan keempatnya saat ini sudah dilarikan ke RSU Cempaka Putih untuk mendapat penanganan lebih lanjut.
5. Polisi Mendapat Kecaman dari Berbagai Pihak
Aksi brutal polisi dalam penanganan kerusuhan hingga mengakibatkan korban dari pihak relawan medis mendapat kecaman dari berbagai pihak. Ketua MDMC Budi Setiawan menyesalkan terjadinya insiden itu dan meminta penjelasan langsung dari Polda Metro Jaya.
Selain itu, Budi juga mendesak aparat kepolisian untuk tetap profesional dan melindungi relawan kemanusiaan yang bertugas di lapangan.
Sementara itu Ketua Umum Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia Husin Tasrik Makrup mengecam aksi penyerangan dan perusakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Mereka turut mendesak Kapolda Metro Jaya untuk segera membebaskan kadernya yang ditangkap.
"Mendesak Kapolda Metro Jaya segera membebaskan pengurus PII yang ditangkap
dalam peristiwa penyerangan aparat kepolisian," kata Husin.
Husin juga meminta agar Kapolda Metro Jaya memberikan sanksi tegas pada aparat yang melakukan penyerangan dan perusakan. Pihaknya juga meminta agar Kapolda memberi penjelasan terkait insiden itu.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan, polisi memasuki markas Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Indonesia (PP GPII), Jakarta Pusat pada Selasa malam, 13 Oktober 2020 untuk mencari massa dan perusuh. Sebelumnya, kata dia, ada aksi pembakaran ban dan penutupan jalan di sekitar Menteng.
"Petugas sudah mengimbau untuk segera dimatikan (apinya) karena mengganggu ketertiban masyarakat dan juga untuk membuka jalan itu. Imbauan tidak diindahkan sehingga petugas mencoba mendorong, dan mereka melarikan diri ke dalam (Markas GPII)," kata Yusri di kantornya, Rabu, 14 Oktober 2020.