Puluhan massa Aliansi Menolak Lupa melakukan aksi diam di kawasan Tugu Proklamasi, Jakarta, Kamis 15 Oktober 2020. Aksi dilakukan untuk para korban kekerasan Aparat Penegak Hukum (Polisi) dalam aksi Tolak Omnibus Law di berbagai Daerah di Indonesia. Polisi yang seharusnya dapat memberikan ruang dan rasa aman kepada demonstran saat menyuarakan suara dan harapannya, malah menjadi alat negara untuk terus menakut-nakuti dan membungkam masyarakat dengan berbagai alat, seperti: baton stik(pentungan), gas air mata, dan peluru karet. Korban akibat kekerasan polisi datang dari berbagai elemen masyarakat, baik dari petani, buruh, mahasiswa, pelajar, pedagang kaki lima, tim medis, lansia bahkan balita. Selain mengalami luka fisik, tentu saja demonstran juga mengalami luka secara psikis, hingga trauma-trauma bila melihat polisi dan serangan panik ketika mendengarkan baik suara ambulance maupun suara sirene polisi. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Polda Metro Jaya menyelidiki dan memburu aktor intelektual yang diduga menggerakkan pelajar untuk menyusup dan membuat kericuhan saat unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada beberapa waktu lalu.
"Bagian ke atasnya nanti akan kita kejar, kita masih melakukan penyelidikan, kita akan kejar sampai mana pun," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Rabu malam 21 Oktober 2020.
Saat ini, petugas Polda Metro Jaya telah menangkap dan menetapkan tersangka terhadap tiga pemuda berstatus pelajar berperan sebagai admin grup Facebook dan Instagram yang memuat hasutan dan provokasi terhadap sejumlah siswa setingkat sekolah menengah atas (SMA) itu.
"Kalau dilihat bagaimana isi dari grupnya itu, bawa apa, ketemu polisi nanti seperti apa, bikin rusuh, bakar ini dan itu, ada di grup itu. Macam-macam disampaikan dalam grup itu, memang sudah penghasutan, termasuk tanggal 8,13 dan 20 Oktober kemarin sudah disebarkan semuanya, itu bentuk penghasutan," ungkap Yusri.
Lebih lanjut, Yusri mengatakan pihak kepolisian akan memeriksa secara intensif ketiga tersangka tersebut untuk mencari pelaku utama yang mengendalikan para admin akun media sosial provokatif tersebut.
"Nah kita cari atasnya, ini adminnya dulu. Kita selidiki lagi nanti sampai atasnya," pungkas Yusri.
Sebelumnya, anggota Polda Metro Jaya membekuk tiga pemuda berstatus pelajar tersebut berinisial MLAI (16), WH (16), dan SN (17).
Tersangka MLAI dan WH ditangkap polisi karena berperan sebagai admin grup Facebook "STM Se-Jabodetabek" yang memuat hasutan kepada para pelajar untuk membuat kerusuhan saat berlangsungnya demo. Grup Facebook "STM se-Jabodetabek" tersebut diketahui mempunyai sekitar 20.000 anggota.
Sedangkan, pemuda lainnya berinisial SN sebagai admin akun Instagram "@panjang.umur.perlawanan" juga memuat konten hasutan dan provokasi untuk membuat kerusuhan.
Ketiganya juga diketahui mengajak para pelajar untuk terlibat dalam demo yang berakhir ricuh pada Kamis 8 dan Selasa 13 Oktober 2020.
Akun media sosial tersebut juga kembali mengajak membuat kerusuhan kepada para pengikutnya di media sosial dalam aksi demo Omnibus Law pada Selasa 20 Oktober 2020.