Kasus Aisha Weddings, Komnas Perempuan Prihatin Atas Penggunaan Agama

Kamis, 11 Februari 2021 13:12 WIB

Ilustrasi pernikahan

TEMPO.CO, Jakarta - Komnas Perempuan mendukung seruan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga kepada polisi untuk mengusut tuntas Aisha Weddings. Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad mengatakan jasa penyelenggaraan pernikahan itu disinyalir melanggar UU Perkawinan yang mengatur usia minimum untuk menikah, dan dugaan praktik perdagangan orang di Indonesia.

"Komnas Perempuan juga prihatin atas penggunaan agama untuk mendorong pernikahan poligami dan pernikahan anak tanpa mempertimbangkan kerugian yang ditimbulkan terhadap perempuan dalam praktik tersebut," kata Bahrul melalui keterangan tertulisnya, Rabu, 10 Februari 2021.

Terkait dugaan pelanggaran UU Perkawinan dan UU Perlindungan Anak tersebut, perkawinan anak dapat menempatkan perempuan dalam risiko kekerasan dan diskriminasi yang serius. Selain tindakan hukum, peristiwa ini mengingatkan semua orang bahwa ada kebutuhan untuk memperkuat upaya pendidikan publik dalam mendorong transformasi budaya tentang perkawinan anak.

"Juga untuk memperkuat kemitraan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam perkawinan dan dalam keluarga."

Secara resmi Komnas Perempuan belum mengeluarkan sikap terkait dengan Aisha Weddings yang viral. Namun, Bahrul melihat penawaran paket pernikahan yang disampaikan oleh Aisha Wedding membawa risiko pada situasi perempuan mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

<!--more-->

Advertising
Advertising

Nikah Siri, meskipun secara agama diperbolehkan, tidak memiliki status legalitas. Jika terjadi sengketa rumah tangga, pihak istri akan rentan dirugikan karena tidak ada bukti sah pernikahan.

Hal lain yang merugikan adalah, anak yang lahir dari pernikahan siri pada Akta Kelahirannya hanya akan ditulis sebagai Anak Seorang Ibu, sehingga anak akan kehilangan hubungan legal dengan ayahnya. Hal ini akan berdampak pada anak yang tidak dapat mengakses hak waris dari ayah.

"Nikah siri adalah bentuk kekerasan terhadap perempuan karena tidak diakuinya hak-hak perempuan dalam perkawinan," ujarnya.

Dalam promosinya, wedding organizer itu juga seakan mempermudah poligami. Menurut dia, poligami adalah bentuk pernikahan yang sangat merugikan perempuan. Karena poligami ini erat kaitannya dengan nikah siri, artinya perempuan yang terlibat dalam poligami, pernikahannnya tidak dicatatkan secara sah secara hukum negara.

Meskipun memperbolehkan poligami, Indonesia memiliki aturan dan syarat yang cukup ketat bagi orang laki-laki untuk melakukan poligami, seperti persetujuan dari istri pertama. Pasal 45 dan 49 Undang-undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menyebutkan praktik kawin kedua dan seterusnya tanpa ada izin istri pertama adalah tindak kekerasan terhadap perempuan dan itu bisa dipidanakan.

"Poligami juga berpotensi menghilangkan hak-hak anak dari hasil Poligami. Pasal ini, bukan delik aduan, tapi delik umum."

<!--more-->

Dalam catatan Komnas Perempuan, perempuan yang terlibat dalam perkawinan poligami banyak yang mengalami kekerasan, baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan finansial (penelantaranan). Beberapa negara Islam sesungguhnya melarang warganya melakukan poligami seperti Turki dan Tunisia.

Sedangkan, terkait dengan pernikahan dini berdasarkan UU 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Sehingga jika perkawinan dilangsungkan oleh pasangan yang usianya belum genap mencapai 19 tahun, maka hal tersebut dipidanakan karena melanggar UU yang berlaku.

Baca juga: Menteri Bintang Puspayoga Bakal Usut Aisha Weddings yang Promosi Nikah Muda

Perkawinan anak seperti yang dipromosikan Aisha Weddings juga rentan terjadi KDRT karena ketidaksiapan psikologis bagi kedua pasangan pengantin dan juga kesiapan biologis atau alat reproduksi perempuan. "Komnas Perempuan sangat menentang pernikahan anak ini karena berpotensi merugikan perempuan karena akan mengalami KDRT," ujarnya.

Berita terkait

Politikus Senior PDIP Tumbu Saraswati Tutup Usia

8 hari lalu

Politikus Senior PDIP Tumbu Saraswati Tutup Usia

Politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan aktivis pro demokrasi, Tumbu Saraswati, wafat di ICU RS Fatmawati Jakarta pada Kamis

Baca Selengkapnya

Tanggapan Korban atas Vonis 15 Tahun Kiai Gadungan Pemerkosa Santri

15 hari lalu

Tanggapan Korban atas Vonis 15 Tahun Kiai Gadungan Pemerkosa Santri

Terdakwa melalui kuasa hukumnya telah memutuskan untuk mengajukan banding atas vonis hakim. Akui pemerkosaan terhadap tiga santri dan jamaah.

Baca Selengkapnya

Menteri PPPA Apresiasi Program Binaan Pertamina di Sulsel

36 hari lalu

Menteri PPPA Apresiasi Program Binaan Pertamina di Sulsel

Kunjungan kerja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia ke Provinsi Sulawesi Selatan menjadi momentum penting dalam mengapresiasi peran Pertamina dalam mendukung pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

Baca Selengkapnya

Beredar Video Seorang Suami Diduga Sekap Istri di Kandang Sapi, Komnas Perempuan Bilang Begini

43 hari lalu

Beredar Video Seorang Suami Diduga Sekap Istri di Kandang Sapi, Komnas Perempuan Bilang Begini

Beredar video yang memperlihatkan seorang istri diduga disekap di kandang sapi oleh suaminya di Jember, Jawa Timur. Komnas Perempuan buka suara.

Baca Selengkapnya

Marak Kekerasan Anak di Sekolah, KPAI Dorong Percepatan Pembentukan Satgas Daerah dan Tim PPKSP

52 hari lalu

Marak Kekerasan Anak di Sekolah, KPAI Dorong Percepatan Pembentukan Satgas Daerah dan Tim PPKSP

KPAI meminta segera dibentuk Satgas Daerah dan Tim Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).

Baca Selengkapnya

Korban Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila Tidak Mendapat Perlindungan dan Komunikasi dari Kampus

56 hari lalu

Korban Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila Tidak Mendapat Perlindungan dan Komunikasi dari Kampus

Amanda Manthovani, pengacara 2 korban kekerasan seksual diduga oleh Rektor Universitas Pancasila nonaktif mengaku tak ada perlindungan dari kampus.

Baca Selengkapnya

Viral Video Bullying di Balikpapan: Pelajar SMP Dijambak dan Ditinju, Kasus Ditangani Polisi

3 Maret 2024

Viral Video Bullying di Balikpapan: Pelajar SMP Dijambak dan Ditinju, Kasus Ditangani Polisi

Dunia pendidikan Indonesia kembali tercoreng dengan kasus perundungan (bullying) siswa oleh rekan-rekannya

Baca Selengkapnya

Komnas Perempuan Minta Polisi Patuhi UU TPKS Saat Usut Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila

3 Maret 2024

Komnas Perempuan Minta Polisi Patuhi UU TPKS Saat Usut Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila

Komnas Perempuan mendorong polisi mematuhi UU TPKS dalam mengusut perkara dugaan kekerasan seksual oleh Rektor Universitas Pancasila.

Baca Selengkapnya

Dugaan Kekerasan Seksual di Universitas Pancasila , Komnas Perempuan Minta Rektor Tak Laporkan Balik Korban

3 Maret 2024

Dugaan Kekerasan Seksual di Universitas Pancasila , Komnas Perempuan Minta Rektor Tak Laporkan Balik Korban

Komnas Perempuan meminta Rektor Universitas Pancasila tidak melaporkan balik korban dugaan kekerasan seksual.

Baca Selengkapnya

Sudah Tetapkan Tersangka, Polisi Ungkap Motif Bullying di Binus School Serpong

1 Maret 2024

Sudah Tetapkan Tersangka, Polisi Ungkap Motif Bullying di Binus School Serpong

Polres Tangerang Selatan mengungkap motif di balik bullying atau perundungan di Binus School Serpong.

Baca Selengkapnya