Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi Bantah Terlibat Kasus Dugaan Korupsi Sarana Jaya
Reporter
Adam Prireza
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Senin, 15 Maret 2021 18:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi membantah terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan yang menyeret Dirut Sarana Jaya nonaktif Yoory C. Pinontoan.
Menurut Prasetyo, permasalahan yang melibatkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI itu perencanaan awalnya dilakukan oleh eksekutif, dalam hal ini Gubernur Anies Baswedan. Perencanaan itu lantas dibahas oleh anggota dewan dan diputuskan oleh dirinya sebagai Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI untuk disahkan atau tidak.
"Perencanaan pertamanya dari Gubernur diarahkan ke saya sebagai Ketua Banggar, pengesahan apakah ini diiyakan atau tidak. Mengenai anggaran ada forum, ada TAPD dan Banggar. Jadi bukan semata saya sendiri yang melaksanakan itu," kata Prasetyo di Gedung DPRD DKI, jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, pada Senin, 15 Maret 2021.
Pada saat anggaran pengadaan lahan oleh Sarana Jaya diketuk palu pada 2018, Prasetio Edi Marsudi mengatakan dirinya tak menjabat sebagai ketua komisi bidang terkait. Saat itu dia menjabat sebagai Ketua DPRD DKI sekaligus Ketua Banggar.
"Ketua komisinya bukan saya. Koordinatornya juga bukan saya. Kok ujug-ujug nama saya," ujarnya.
Koran Tempo edisi 10 Maret 2021 menuliskan dugaan korupsi pengadaan lahan di Pondok Ranggon, Jakarta Timur, telah direncanakan sejak pembahasan anggaran di DPRD DKI. Nama Prasetyo disebut-sebut berperan mengatur alokasi dana pengadaan tanah bagi Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
<!--more-->
Dalam kasus tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Yoory C. Pinontoan bersama Direktur PT Adonara Propertindo, Anja Runtunewe dan Tommy Adrian sebagai tersangka. PT Adonara, perusahaan yang menjual lahan 4,2 hektare itu ke Sarana Jaya, juga ditetapkan KPK sebagai tersangka.
Sejumlah politikus di DPRD mengatakan Prasetyo kerap berupaya mempertahankan anggaran pengadaan lahan, khususnya di perusahaan daerah. Hal itu terlihat saat pembahasan APBD 2021 di Hotel Grand Cempaka Resort, Puncak, Bogor, pada November tahun lalu.
Sumber Tempo itu menuturkan, saat pembahasan anggaran pada 14 November lalu, penyertaan modal daerah untuk Sarana Jaya dialokasikan Rp 285 miliar. Namun, besoknya, dalam rapat yang dipimpin oleh Prasetyo, secara tiba-tiba suntikan modal untuk perusahaan daerah itu dinaikkan menjadi Rp 1,285 triliun. Dari jumlah itu, Rp 1 triliun digunakan untuk pengadaan tanah.
Balai Kota dan Kebon Sirih sejak 2018 menyepakati pemberian suntikan modal bagi Sarana Jaya sebesar Rp 5,2 triliun. Dari jumlah itu, Rp 3,74 triliun digunakan untuk pembelian lahan, termasuk bidang tanah 4,2 hektare di Munjul-Pondok Ranggon yang menghabiskan Rp 217,9 miliar.
Anggota DPRD lain memberikan keterangan senada. Ia kerap heran melihat perubahan rancangan anggaran daerah di luar rapat resmi. Selain menaikkan, Ketua DPRD DKI itu berupaya mempertahankan anggaran pengadaan tanah.
Baca juga: DPRD Sebut Sarana Jaya Dapat Tugas dari Gubernur Sediakan Lahan Program BUMD
Ketika ada legislator yang mempertanyakan, Prasetyo Edi Marsudi kerap berdalih bahwa pembelian lahan merupakan bentuk bank tanah. "Padahal banyak aset tanah milik DKI yang bisa dimanfaatkan," tutur sumber tersebut.