Rapor Merah Anies Baswedan dari LBH Jakarta Vs Jawaban TGUPP
Reporter
M Yusuf Manurung
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Sabtu, 23 Oktober 2021 18:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), Tatak Ujiyati, menanggapi 10 poin rapor merah Anies Baswedan yang dibuat oleh LBH Jakarta.
Kontra narasi ini disampaikan Tatak melalui akun Facebook pribadinya, pada Sabtu, 23 Oktober 2021. Tempo sudah memperoleh izin untuk mengutipnya.
Berikut adalah 10 cacatan merah untuk Anies Baswedan dari LBH Jakarta dan jawaban yang dibuat anggota TGUPP tersebut:
1. Pemerintah DKI abai melakukan langkah pencegahan dan penanggulangan kualitas udara
Tatak menjawab bahwa Pemprov DKI tidak mengajukan banding atas putusan pengadilan seperti pemerintah Pusat dalam gugatan polusi udara yang memenangkan warga. Dia berujar, Pemprov DKI memilih menerima putusan pengadilan dan melakukan upaya pengendalian pencemaran udara sesuai amar putusan hakim.
"Pemprov DKI Jakarta juga telah menerbitkan Ingub 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara dengan 7 rencana aksi bahkan sebelum keluarnya putusan pengadilan," kata Tatak.
2. Warga masih sulit mengakses air bersih lantaran swastanisasi air masih berlanjut
Menurut anggota TGUPP ini, Anies telah berusaha menghentikan swastanisasi air. Anies tidak melakukan banding atas putusan pengadilan yang memenangkan warga agar pengelolaan air dikembalikan ke negara.
Selanjutnya Anies membentuk Tim Tata Kelola Air Minum...
<!--more-->
Bahkan, kata dia, Anies membentuk Tim Tata Kelola Air Minum yang bertujuan membuat kajian untuk mengambil alih pengelolaan dari swasta. PAM Jaya juga disebut telah melakukan serangkaian langkah teknis pengembalian konsesi pengelolaan air kepada Pemprov DKI Jakarta.
"Namun pada akhirnya proses ini terbentur pada putusan pengadilan yang memenangkan PK Kementerian Keuangan," kata Tatak.
Tatak juga menambahkan bawah Anies telah membuat kebijakan untuk memberi akses air dengan harga yang sama untuk warga Kepulauan Seribu. Selanjutnya, Anies telah menerbitkan aturan hukum yang membolehkan warga di kampung kumuh mendapatkan akses air bersih walau tidak tinggal di atas tanah milik sendiri.
3. Penanganan banjir belum mengakar pada beberapa penyebab banjir
Menjawab rapor merah soal banjir itu, Tatak mengatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta telah melakukan berbagai program antisipasi yang tidak berorientasi pada betonisasi. Antara lain Program Gerebek Lumpur, Perbaikan saluran air, Penyediaan Alat Pengukur Curah Hujan, dan Perbaikan pompa.
"Faktanya, dampak banjir di Jakarta berkurang pada 4 tahun pemerintahan Anies Baswedan walaupun curah hujan jauh lebih lebat," klaim Tatak.
Selanjutnya penataan kampung kota yang dianggap belum partisipatif...
<!--more-->
4. Penataan Kampung Kota berupa community action plan (CAP) belum partisipatif
Menurut Tatak, Pemprov DKI diisukan menggunakan kekuatan pihak ketiga berupa organisasi masyarakat untuk melakukan intimidasi dan kekerasan, seperti yang terjadi kepada warga Pancoran Buntu II. Faktanya menurut dia, Pemprov DKI tidak melakukannya.
"Penggusuran dilakukan oleh pemilik tanah sendiri yaitu PT Pertamina. Pemprov DKI malah berupaya melakukan mediasi agar tidak terjadi aksi kekerasan," ujar Tatak.
5. Pemprov DKI tidak serius memperluas akses terhadap bantuan hukum
Menjawab masalah ini, Tatak mengatakan bahwa akar persoalan bantuan hukum bukan pada Pemprov DKI. Melainkan, kata dia, pada Undang-Undang Bantuan Hukum yang membatasi akses bantuan hukum hanya ke warga miskin dan dengan jumlah biaya yang teramat minim.
"Faktanya, walau belum ada Perda/ Perkada tentang bantuan hukum, Pemprov DKI sendiri telah membuka diri membantu akses bantuan hukum melalui prosedur hibah. Bahkan LBHJ sendiri telah mendapatkan hibah bantuan hukum ini pada tahun 2019," kata Tatak.
6. Masyarakat masih sulit mendapatkan tempat tinggal. Anies memangkas target program hunian DP 0 dari 232.214 unit menjadi 10 ribu unit
Tatak mengatakan isu yang muncul adalah rumah DP 0 hanya diperuntukkan untuk orang berpendapatan Rp 14 juta. Faktanya, kata dia, orang berpendapatan sampai Rp 14 juta boleh daftar.
"Perubahan kebijakan justru untuk mengakomodasi semakin banyak orang mendapat akses pada program."
7. Tidak ada intervensi signifikan dari Pemerintah DKI untuk mengatasi masalah warga yang tinggal di pesisir dan pulau-pulau kecil
Tatak mengatakan Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RSWP3K) telah ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Nomor 15 Tahun 2014. Faktanya, kata dia, dalam proses penyusunan RZWP3K telah dilakukan rangkaian FGD serta Konsultasi Publik untuk menjaring masukan masyarakat dan stakeholder setidaknya 9 kali.
Selanjutnya penanganan pandemi Covid-19 yang disebut masih setengah hati...
<!--more-->
8. Penanganan pandemi Covid-19 yang masih setengah hati
Menurut Tatak, jumlah tes Jakarta jauh melebihi standar WHO. Standar WHO adalah 1 orang dites PCR per 1.000 penduduk per minggu. Maka, kata dia, Jakarta harus melakukan tes PCR terhadap 10.655 orang per minggu atau 1.521 orang per hari.
Tatak mengatakan LBH Jakarta sendiri sudah menulis bahwa jumlah tes di Jakarta adalah 25-35 ribu per hari. Artinya, jumlah tes di Jakarta jauh di atas standar WHO.
"Bahkan bila LBH salah mengartikan standard WHO sebagai 1 per 1.000 penduduk per hari pun jumlah tes Jakarta masih tetap berlipat di atasnya," kata Tatak.
9. Masih ada penggusuran paksa di era Anies Baswedan
Tatak menjawab, Anies tak pernah diputus bersalah oleh pengadilan melakukan penggusuran paksa yang melanggar HAM. Sementara Pemprov DKI di bawah Ahok, kata dia, diputus bersalah karena menggusur Kampung Kunir.
Menurut Tatak, data LBH Jakarta lemah karena memakai data tahun 2018 di mana data kasusnya kebanyakan didapat dari berita media, tanpa dilakukan pengecekan lapangan, tanpa konfirmasi kepada Pemprov DKI. Tanpa triangulasi, ujra dia, validitas data lemah.
"Faktanya, LBHJ tak bisa membedakan mana kategori penggusuran vs penertiban, penggusuran vs relokasi, penggusuran oleh pemprov DKI vs oleh swasta. Faktanya, Anies justru membangun kampung-kampung yang sebelumnya telah digusur oleh Ahok."
10. Reklamasi masih berlanjut
Tatak berujar, Anies Baswedan telah mencabut 13 izin reklamasi untuk pulau-pulau yang belum terbangun. Kalau dulu Ahok digugat oleh nelayan dan LBH Jakarta sendiri untuk membatalkan izin reklamasi, kata Tatak Anies justru digugat oleh pengembang agar membatalkan pencabutan. "Faktanya, jajaran Pemprov DKI telah berjibaku di pengadilan mempertahankan pencabutan izin yang digugat oleh pengembang dan memenangkan 3 dari 5 gugatan."
Baca juga: Rapor Merah LBH Jakarta Untuk Anies Baswedan, TGUPP: Belajar Dulu dari Guru SD