Energi Baru Terbarukan, Momen Formula E, dan Masa Depan Transisi Energi DKI

Reporter

Antara

Editor

Sunu Dyantoro

Jumat, 17 Juni 2022 10:37 WIB

Petugas mengecek mobil bertenaga listrik dalam pameran Festival Energi Terbarukan [RE]Spark di Jakarta, Kamis 2 Juni 2022. Kegiatan tersebut dalam rangka memfasilitasi startup energi terbarukan yang telah tergabung dalam program inkubasi dan akselerasi New Energy Nexus Indonesia serta mitra-mitra startup inovatif lainnya untuk menunjukan inovasinya demi tercipta ekonomi hijau di Indonesia. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia memiliki target untuk memenuhi target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025. Karena itu, sejumlah daerah termasuk di Provinsi DKI Jakarta terus mendorong pemanfaatan EBT ini.

EBT merupakan energi yang bersumber dari proses alam yang berkelanjutan. Contohnya energi yang berasal dari tenaga surya, tenaga angin, arus air, proses biologi dan panas bumi

BUMD TransJakarta pun telah memperkuat armada bus listrik menjadi 30 unit sampai dengan Juni 2022. Belum lagi PT MRT yang tengah membangun koridor fase 2, serta begitu juga PT LRT yang tengah memasuki tahap akhir jaringan Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jabodebek).

Tak hanya itu, penyelenggaraan Jakarta E-Prix pada Sabtu (4/6) menjadi momentum bagi sejumlah Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) mengeluarkan produk-produk kendaraan listrik seperti dipamerkan di ajang Jakarta Fair 2022.

Sejumlah kendaraan listrik dipamerkan di ajang Pekan Raya Jakarta (PRJ) bersanding dengan kendaraan berbahan bakar fosil. Tak hanya roda dua, tetapi juga roda empat dengan harga yang bervariasi dan tentunya fitur yang diklaim lebih unggul.

Advertising
Advertising

Namun, pertanyaannya adalah selama masa transisi ke EBT, apakah Indonesia bisa lepas dari energi fosil begitu saja? Patut diketahui hampir semua kebutuhan energi bus listrik, MRT, LRT, mobil/sepeda motor listrik seluruhnya bersumber dari PLN.

Sedangkan untuk sumber bahan bakar PLN sendiri sampai dengan November 2021 masih menggunakan non EBT sebanyak 87,4 persen, bahkan kalau dirinci lebih detail lagi kontribusi batubara masih tertinggi yakni 50,4 persen, kedua panas bumi 19,2 persen, gas 10,7 persen dan diesel (solar) 7,1 persen.

Dengan demikian ketergantungan terhadap bahan bakar fosil ke depan masih sangat besar. Untuk itu, pada masa transisi ke penggunaan EBT ini, bahan bakar ramah lingkungan agaknya menjadi jawaban, salah satunya gas.

Daya saing energi


Mengingat kebutuhan energi minyak dan gas bumi (migas) masih tinggi di Indonesia maka di sini dituntut peningkatan daya saing. Hal itu agar pelaku di sektor migas bisa meningkatkan aktivitasnya di dalam negeri yang pada akhirnya mampu memenuhi produksi di dalam negeri.

Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan tantangan di masa transisi ini ada dua yakni meningkatkan produksi dan mengelola migas lebih ramah lingkungan. Marjolijn menyebut penggunaan bahan bakar di masa transisi ini yang terpenting, emisi harus dapat dikendalikan, tidak hanya gas tetapi juga energi lainnya.

Menyangkut gas, Marjolijn mengatakan mengingat anggaran yang dimiliki pemerintah terbatas maka perlu perencanaan yang lebih fokus dalam artian dalam perencanaan harus dipastikan pusat pasarnya berada dimana, barulah infrastruktur bisa dibangun.

Dengan demikian harus diketahui dimana saja sumber-sumber gas tersebut, lantas dimana saja pusat pasar itu maka itu saja dulu infrastruktur yang dibangun, tambah Marjolijn. Begitu juga, terkait harga di kalangan pelaku industri migas, hendaknya pemerintah terbuka. Jadi harga bukan kemauan dari pelaku migas tetapi pemerintah melalui SKK Migas akan melakukan pemeriksaan.

Pemerintah akan mengecek berapa nilai keekonomian sebelum menetapkan harga. Bukankah sampai saat ini, kegiatan penambangan migas itu masih sulit sehingga tidak mudah ada eksplorasi dan eksploitasi dan berakibat pada harga yang menjadi mahal.

Namun pemerintah juga punya insentif untuk menekan harga migas. Untuk itu butuh pemeriksaan secara berkala untuk menetapkan kebijakan. Pemeriksaan itu bukan berdasarkan proyek tetapi juga produksi harian. Artinya pelaku di sektor migas tetap dapat menikmati manfaat.

Terkait dengan energi ramah lingkungan, Marjolijn mengatakan banyak teknologi yang bisa diterapkan sehingga strategi tersebut menjadi suatu tantangan. Ia memberikan contoh, panas yang dihasilkan dari pembangkit listrik bisa dimanfaatkan lagi sebagai energi sehingga sumber daya yang digunakan bisa dihemat. Di sini yang dibutuhkan hanya aturan-aturan baru agar pemanfaatan bahan bakar untuk pembangkit listrik menjadi lebih efisien dan ramah lingkungan.

Perjanjian Paris minta Indonesia turunkan emisi


Sedangkan anggota IPA yang juga praktisi migas, Krishna Ismaputra mengatakan kebutuhan energi Indonesia ke depan akan lebih banyak lagi, seiring dengan sasaran pembangunan Indonesia. Karena itu, tidak lagi bicara satu jenis energi saja tetapi sudah bercampur (beragam) yakni ada batubara, minyak, gas, termasuk EBT.

Faktanya, hingga saat ini persentase migas memang mengalami penurunan, namun dari sisi volume justru mengalami kenaikan. Di sini tantangannya adalah target produksi harus naik. Artinya semakin banyak lagi migas diproduksi.

Namun juga diingat kalau Indonesia terikat dengan perjanjian Paris untuk menurunkan tingkat emisi sebesar 39 persen untuk usaha sendiri pada 2050 dan 41 persen dukungan dari luar.

Target produksi satu juta barel per tahun merupakan hal yang relevan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Pertanyaannya, kebijakan yang tepat ada dua yakni memperbanyak lapangan migas di dalam negeri atau memperbesar impor?

Menurut Krishna, sebaiknya meningkatkan produksi di dalam negeri karena efek lipatnya (multiplier) besar. Di samping itu, kalau bergantung kepada impor akan menurunkan ketahanan energi. Pengalaman di Eropa tatkala ada sengketa, akan berpengaruh terhadap suplai energi.

Ia memberikan contoh, kalau ketahanan energi hanya untuk 20 hari, artinya kalau di atas itu tidak ada yang mengirim ke Indonesia maka bakal menyulitkan bagi semuanya. Menurut Krishna, untuk mewujudkan ketahanan energi potensi di Indonesia masih sangat besar karena terdapat 68 cekungan yang belum dieksplorasi.

Persoalannya, belum tentu dari cekungan-cekungan itu bisa menghasilkan produksi sesuai keinginan. Ini berpengaruh terhadap biaya tetapi memang ke depan tetap perlu kegiatan eksplorasi.

Persoalan eksplorasi sangat bergantung kepada investor. Biasanya mereka sudah taruh uang di situ. Lantas dia akan berhubungan dengan SKK Migas untuk membicarakan insentif-insentif yang ditawarkan. Apabila cocok maka investor akan masuk.

Oleh karena itu, penting untuk menciptakan iklim yang mendukung bagi investor migas mengingat pesaingnya ada di negara-negara tetangga yang juga memberikan insentif serupa. Dengan demikian, pada masa transisi energi seperti sekarang ini, sebenarnya bagi pelaku industri migas adalah tambahan pekerjaan yakni mengurangi emisi karbon.

Dukungan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi sangat besar. Contohnya, apabila ada pengeboran yang terhenti, tentu akan dicarikan solusi agar bisa terlaksana lagi.

Tak lama lagi, IPA akan menggelar pameran dan konvensi (convex) yang salah satunya mengagendakan pembahasan mengenai energi transisi yang tidak saja menghadirkan pelaku tetapi juga pengambil kebijakan. Melalui, pertemuan pihak-pihak yang berkepentingan itu diharapkan ada keselarasan dalam upaya mewujudkan ketahanan energi nasional.

Baca juga: BNI Agresif di Pembiayaan Hijau, ESDM: Ini Sangat Baik

Berita terkait

Daftar Pemilihan Gubernur yang Digelar pada Pilkada 2024, Mengapa Yogyakarta Tak Termasuk?

20 jam lalu

Daftar Pemilihan Gubernur yang Digelar pada Pilkada 2024, Mengapa Yogyakarta Tak Termasuk?

Pilkada 2024 akan dilaksanakan pada November 2024 di semua provinsi di seluruh Indonesia, kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta. Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

Jakarta Diperkirakan Cerah Berawan Rabu Pagi hingga Sore, kecuali Jakarta Selatan dan Timur

23 jam lalu

Jakarta Diperkirakan Cerah Berawan Rabu Pagi hingga Sore, kecuali Jakarta Selatan dan Timur

Cuaca diperkirakan masih cerah berawan pada siang hari, kecuali Jakarta Selatan.

Baca Selengkapnya

IPA Convex ke-48 Dihelat Pekan Depan, Ingin Menarik Kembali Investasi Migas ke Indonesia

1 hari lalu

IPA Convex ke-48 Dihelat Pekan Depan, Ingin Menarik Kembali Investasi Migas ke Indonesia

IPA Convex ke-48 bertema Gaining Momentum to Advice Sustainable Energy Security in Indonesia and The Region.

Baca Selengkapnya

Mayoritas Jakarta Diprakirakan Berawan, Hujan Ringan Malam Hari

1 hari lalu

Mayoritas Jakarta Diprakirakan Berawan, Hujan Ringan Malam Hari

Seluruh wilayah DKI Jakarta diprakirakan cerah berawan pada pagi harinya dan sebagian besar berawan pada siang hari.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Siapkan Paket Pensiun Dini PLTU untuk Jadi Percontohan Transisi Energi

2 hari lalu

Sri Mulyani Siapkan Paket Pensiun Dini PLTU untuk Jadi Percontohan Transisi Energi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut Indonesia sedang memfinalisasi paket pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap batu bara atau PLTU

Baca Selengkapnya

Koalisi Desak Perbankan Setop Investasi ke Energi Kotor dan Segera Beralih ke EBT

3 hari lalu

Koalisi Desak Perbankan Setop Investasi ke Energi Kotor dan Segera Beralih ke EBT

Koalisi organisasi masyarakat sipil mendesak agar kalangan perbankan berhenti memberikan dukungan pendanaan energi kotor seperti batu bara.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani dan Presiden ADB Bahas Mekanisme Transisi Energi: Kita Mulai Bicara yang Konkret

3 hari lalu

Sri Mulyani dan Presiden ADB Bahas Mekanisme Transisi Energi: Kita Mulai Bicara yang Konkret

Sri Mulyani Indrawati dan Presiden ADB Masatsugu Asakawa membahas lebih lanjut program Mekanisme Transisi Energi (ETM) ADB untuk Indonesia.

Baca Selengkapnya

Ahli Soroti Transisi Energi di Indonesia dan Australia

6 hari lalu

Ahli Soroti Transisi Energi di Indonesia dan Australia

Indonesia dan Australia menghadapi beberapa tantangan yang sama sebagai negara yang secara historis bergantung terhadap batu bara di sektor energi

Baca Selengkapnya

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

7 hari lalu

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mencatatkan pertumbuhan pendapatan di kuartal I 2024 ini meningkat hingga 18,07 persen dibandingkan kuartal I 2023.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Kekuatan APBN untuk Efektivitas Transisi Energi

7 hari lalu

Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Kekuatan APBN untuk Efektivitas Transisi Energi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya kekuatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk efektivitas transisi energi.

Baca Selengkapnya