Pakar Tata Kota: Buffer Zone Depo Pertamina Plumpang 500 Meter, Bukan 50 Meter
Reporter
Mutia Yuantisya
Editor
Iqbal Muhtarom
Jumat, 10 Maret 2023 16:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Joga menyatakan saat ini menjadi waktu yang tepat untuk menata ulang kawasan di sekitar Depo Pertamina Plumpang setelah kebakaran Jumat pekan lalu.
Menurut Nirwono lokasi termiinal BBM di Plumpang itu sudah dirancang berjarak 5 km dari Pelabuhan Tanjung Priok, sesuai Rencana Induk Djakarta 1965-1985. Pada saat awal dibangun, kata dia, di sekitar depo masih tanah kosong dan rawa, yang sekarang dikenal Rawa Badak, dan tidak ada permukiman.
Belakangan, depo BBM berskala besar itu mau tidak mau mengundang kedatangan para pekerja dan pendukung kebutuhan pekerja, seperti warung makan; tempat tinggal sementara/kos-kosan; warung, kios dan pasar yang terus menjamur yang akhirnya membentuk permukiman padat penduduk seperti sekarang.
“Perlahan tapi pasti membentuk permukiman ilegal (dan legal) yang memadati ke arah depo dan sekitar, terutama pada periode 1985-1998 dan 2000-sekarang,” ujarnya.
Nirwono Joga mengatakan kini saatnya untuk menata ulang kawasan Depo Plumpang sebagai obyek penting nasional yang harus dilindungi negara.
Permukiman penduduk harus ditertibkan
<!--more-->
Itu artinya, kata dia, permukiman padat penduduk yang melanggar tata ruang harus ditertibkan dan ditata kembali. Pemerintah harus menetapkan jarak aman ideal obyek penting tersebut dan membenahi permukiman padat menjadi kawasan hunian vertikal terpadu.
Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan rencana penataan ulang kawasan depo dan sekitar, misalnya menetapkan jarak aman atau daerah penyangga atau buffer zone minimal 500 meter. Bukan 50 meter seperti yang pernah disampaikan Penjabat Gubernur DKI Heru Budi Hartono.
Bahkan, kata Nirwono, dimungkinkan buffer zone yang lebih lebar sesuai kajian keamanan dan keselamatan jika terjadi ledakan atau kebakaran di kemudian hari.
“Semakin lebar jarak aman membawa konsekuensi semakin banyak perumahan warga yang harus direlokasi dan semakin banyak unit rusunawa yang harus disediakan pemerintah,” ucap dia.
Permukiman ilegal dilegalkan dalam RTRW DKI Jakarta
<!--more-->
Ia menyebutkan dalam Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta 1985-2005, Depo Plumpang masih dipertahankan dan dilindungi sebagai fasilitas penting nasiona.
Pelanggaran mulai terjadi ketika pengendalian dan penertiban pemanfaatan ruang di sekitar depo terus dibiarkan Pemerintah DKI Jakarta dan justru diputihkan atau diakui, dilegalkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah/RTRW DKI Jakarta 2000-2010 dan RTRW DKI Jakarta 2010-2030.
Bagi Nirwono Joga, demi keamanan dan keselamatan warga, yang tidak boleh ditawar karena menyangkut nyawa rakyat banyak, harusnya tidak ada alasan penolakan untuk penataan ulang kawasan sekitar depo Pertamina Plumpang.
Pilihan Editor: Erick Thohir Pilih Relokasi Depo Pertamina Plumpang, Heru Budi Tetap Akan Bangun Buffer Zone