Film Dirty Vote Ulas Dugaan Permainan Aturan KPU untuk Loloskan Partai Gelora di Pemilu 2024
Reporter
Andika Dwi
Editor
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Senin, 12 Februari 2024 18:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar, mengungkap dugaan kejanggalan lolosnya Partai Gelombang Rakyat Indonesia atau Partai Gelora di Pemilu 2024 dalam film documenter Dirty Vote.
Dalam film itu, Zainal mula-mula menerangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi partai politik untuk lolos tahap verifikasi sebagai peserta pemilu 2024. Mulai dari harus memiliki 100 persen kepengurusan dan kantor di level ibu kota provinsi, 75 persen di tingkat kabupaten/kota, dan 50 persen kepengurusan di lingkup kecamatan.
“Dan ini yang paling penting, ditambahkan adalah 30 persen keterwakilan perempuan,” kata Zainal dalam Film Dirty Vote yang diunggah di kanal YouTube, pada Ahad, 11 Februari 2024.
Tak hanya itu, lanjut dia, parpol yang ingin maju dalam Pemilu 2024 harus memiliki minimal 1.000 kader pemegang kartu tanda anggota per kabupaten/kota.
Dalam kasus Partai Gelora, kata Zainal, banyak kejanggalan ditemukan di lapangan. Salah satunya dalam dokumen berita acara Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. Dokumen memuat instruksi KPU agar mengubah status Partai Gelora, dari tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat.
“Partai Gelora tidak memenuhi syarat, khususnya syarat soal 1.000 orang berkartu anggota di Kabupaten Murung Raya. Dari sampel Uji Petik yang dilakukan terhadap 114 kartu tanda anggota Partai Gelora, hanya 85 orang yang terverifikasi punya kartu tanda anggota. Namun, luar biasanya partai ini tetap dinyatakan lolos,” ucapnya.
Zainal membeberkan contoh kasus yang terjadi di Sangihe. Menurut dia, salah satu aparatur sipil negara, mengaku telah melakukan kecurangan dengan mengubah verifikasi partai yang tidak lolos menjadi lolos.
Selanjutnya: Lolosnya Partai Gelora strategi memenangkan Prabowo-Gibran
<!--more-->
Di sisi lain, Zainal menilai lolosnya Partai Gelora merupakan strategi politik untuk memenangkan pasangan calon presiden nomor urut dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Gibran merupakan anak dari presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Ia menjelaskan Partai Gelora didirikan oleh eks kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dalam pemilu 2024, PKS mendukung pasangan capres nomor urut satu, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Sementera Gelora ada di kubu Prabowo-Gibran.
“Artinya, lolosnya Partai Gelora (dalam Pemilu 2024) memang berpotensi memecah suara pemilih PKS, yang selama ini termasuk ke dalam pemilih paling militan,” ujarnya dalam Film Dirty Vote yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono itu.
Dia menjelaskan dalam teori ilmu politik kejadian tersebut dikenal dengan istilah shadowing. Teori shadowing pada dasarnya adalah mendirikan sebuah parpol sebagai bayangan untuk memecah suara partai dengan segmen pemilih yang sama, tetapi di partai yang lain. Hal itu kira-kira, menurut dia, bisa terjadi dalam konteks Partai Gelora dan PKS.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengunggah video pernyatannya di media sosial X usai partainya disebut-sebut dalam film Dirty Vote. “Kenapa sih orang gak suka Gelora?” katanya.
Ia mengklaim banyak yang tidak suka Partai Gelora karena memiliki mimpi menjadikan Indonesia sebagai negara superpower baru. Selain itu, kata dia, Partai Gelora mendukung bersatunya Prabowo dan Jokowi yang dalam dua edisi pilpres sebelumnya selalu bersaing. Menurut dia, bersatunya Prabowo dan Jokowi bisa membuat Indonesia lebih kuat.
"Sekarang buktinya. Pak Prabowo dan Jokowi gabung jadi kuat. Benar-benar menjadi kuat. Bagaimana gak sakit hati mereka melihat kenyataan ini,” tuturnya.
Selanjutnya: Profil Partai Gelora
<!--more-->
Profil Partai Gelora
Partai Gelora menjadi peserta Pemilu 2024 dengan nomor urut 7. Partai yang dipelopori oleh mantan Presiden PKS, Muhammad Anis Matta itu didirikan pada Senin, 28 Oktober 2019.
Mayoritas penggagas partai itu adalah eks elite PKS, seperti Achmad Rilyadi, Fahri Hamzah, Mahfudz Siddiq, dan Rofi Munawar. Partai Gelora kemudian dideklarasikan dalam perhelatan konsolidasi nasional di Jakarta, pada Minggu, 10 November 2019.
Partai Gelora mengusung gagasan dan cita-cita untuk menjadikan Indonesia menjadi kekuatan lima besar negara di dunia. Gagasan tersebut pertama kali disampaikan Muhammad Anis Matta dalam pidato “Rah baru Indonesia” di acara Musyawarah Kerja Keluarga Alumni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di Jakarta, Sabtu, 3 Februari 2018. Pidato itu menyambung gagasan yang ditulis Anis pada 2014, yaitu “Gelombang Ketiga Indonesia”.
Berikut struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Nasional Partai Gelora periode 2019-2024:
- Ketua Umum (Ketum): Muhammad Anis Matta.
- Wakil Ketua Umum (Waketum): Fahri Hamzah.
- Bendahara Umum: Achmad Rilyadi.
- Wakil Bendahara Umum: Fetty Fatmasari Utami.
- Sekretaris Jendral (Sekjen): Mahfudz Siddiq.
- Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Administrasi: Budi Hermawan.
- Wasekjen Data dan Teknologi: Achmad Chudori.
- Wasekjen Regulasi Organisasi: Handoyo Prihantanto.
- Wasekjen Monitoring dan Evaluasi: Dewi Mustikaningsih.
- Wasekjen Hubungan Masyarakat: Muhammad Taslim.
- Wasekjen Hubungan Kewilayahan: Junef Ismaliyanto.
- Wasekjen Hubungan Antarlembaga: Saidah Silalahi.
- Wasekjen Kerumahtanggaan: Nugraha.
- Ketua Bidang Pengembangan Teritorial I: Mohammad Syahfan Badri Sampurno.
- Ketua Bidang Pengembangan Teritorial II: Achmad Zairofi.
- Ketua Bidang Pengembangan Teritorial III: Ahmad Zainuddin.
- Ketua Bidang Pengembangan Teritorial IV: Rofi Munawar.
- Ketua Bidang Pengembangan Teritorial V: Akhmad Faradis.
MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: Dirty Vote Bongkar Sederet Kejanggalan Putusan MK yang Loloskan Gibran Jadi Cawapres