Apresiasi MK Hapus Pidana Berita Bohong, ICJR: Jaminan Hak Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat

Jumat, 22 Maret 2024 13:37 WIB

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat memimpin Sidang Pengucapan Putusan Uji Materi Pasal-Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis 21 Maret 2024. Permohonan uji materi diajukan oleh Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) terkait pasal-pasal pencemaran nama baik dan berita bohong. Pasal-pasal yang diuji materi antara lain, Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946; Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE; serta Pasal 310 KUHP. Pasal-pasal tersebut dianggap melanggar prinsip nilai negara hukum yang demokratis serta hak asasi manusia, dan seringkali disalahgunakan untuk menjerat warga sipil yang melakukan kritik terhadap kebijakan pejabat publik. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengapresiasi dan sependapat dengan Putusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus pidana berita bohong karena pendapat dan/atau kritik terhadap kebijakan pemerintah, negara, lembaga negara, maupun pejabat publik merupakan bentuk hak kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Sebab, hak kebebasan berekspresi dan berpendapat dilindungi dan tidak boleh dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional sebagaimana tertuang dalam prinsip-prinsip Johannesburg yang dikutip dalam pertimbangan putusan MK. "Putusan ini, terutama atas Pasal 14 dan 15 UU 1/1946 tentang penyebaran berita bohong sekiranya menjadi angin segar bagi demokrasi," kata Peneliti ICJR, Johanna Poerba dalam keterangan tertulis, Juma, 22 Maret 2024.

Johanna berkata pasal berita bohong seringkali digunakan untuk menjerat jurnalis maupun masyarakat sipil. ICJR sepakat dengan Majelis Hakim MK bahwa unsur berita atau pemberitahuan bohong dan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan berpotensi digunakan untuk mengkriminalisasi seseorang yang sebetulnya berniat untuk memberikan kritik atau masukan bagi negara.

Hal ini, kata dia, karena tidak ada parameter yang jelas untuk menentukan kebenaran dan kabar yang berlebihan maupun unsur keonaran dalam Pasal 14 dan 15 UU 1/1946 sehingga berpotensi subjektif dan justru dapat membatasi hak berpendapat masyarakat.

Menurut dia, ICJR juga menyoroti tidak adanya perbedaan antara misinformasi, disinformasi maupun malinformasi dalam pasal kriminalisasi penyebaran berita bohong pada UU 1/1946 yang meniadakan gradasi kesengajaan dari penyebaran berita bohong.

Advertising
Advertising

Johanna mengatakan putusan Majelis Hakim MK yang menyatakan bahwa kedua pasal ini inkonstitusional sekiranya tepat. Mengingat, sejarah pengaturan pasal ini yang sudah tidak sejalan dengan perkembangan zaman.

Dia mengungkapkan meski pun Pasal 14 dan 15 UU 1/1946 telah dihapus, penting untuk diperhatikan bahwa ketentuan mengenai penyebaran berita bohong masih ada di UU ITE perubahan kedua, Pasal 28 (3) UU 1/2024. "UU ITE saat ini masih mengatur unsur berita bohong yang mana telah dinyatakan oleh Majelis Hakim MK dapat menyebabkan ketidakpastian hukum dan berpotensi membatasi kemerdekaan berpendapat," ujarnya.

Mahkamah Konstitusi memutus uji materil dari pasal pencemaran nama baik di ruang siber, pasal berita bohong, serta pasal penghinaan secara lisan dalam Perkara Nomor 78/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan oleh Haris Azhar, Fatia Maulidiyanty, YLBHI, dan AJI dengan hasil yang patut diapresiasi.

Pada pembacaan putusan, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak mempertimbangkan lebih lanjut uji materil atas Pasal 27 (3) jo. Pasal 45 (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik di ruang siber dengan alasan bahwa telah ada perubahan norma dalam UU ITE baru (UU 1/2024).

Namun, menerima permohonan pemohon untuk sebagian atas uji materil Pasal 310 KUHP dan menyatakan bahwa Pasal 14 dan 15 UU 1/1946 tentang berita bohong inkonstitusional atau melanggar hak konstitusional masyarakat Indonesia.

ICJR pun mendorong agar pemerintah dan DPR segera mencabut ketentuan yang sejenis utamanya di UU ITE, KUHP baru, atau aturan pidana lainnya ke depan; pengadilan dan aparat penegak hukum atau APH untuk memperhatikan Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 dalam implementasi pasal penghinaan individu dan penyebaran berita bohong.

Selanjutnya, ICJR mendorong agar APH untuk menempatkan penyelesaian menggunakan ketentuan pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium), utamanya dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan jurnalis; serta pemerintah melakukan penguatan bagi jurnalis dan edukasi terkait literasi digital bagi masyarakat sebagai upaya menangkal penyebaran berita bohong.

Pilihan Editor: Pertimbangan MK Putuskan Pasal 310 KUHP Inkonstitusional

Berita terkait

Hakim MK Soroti Sirekap Menjelang Pilkada, Perludem: Kalau Tak Disiapkan, Masalah di Pemilu Bisa Terulang

2 menit lalu

Hakim MK Soroti Sirekap Menjelang Pilkada, Perludem: Kalau Tak Disiapkan, Masalah di Pemilu Bisa Terulang

Perludem menanggapi soal hakim MK Arief Hidayat yang mewanti-wanti KPU soal permasalahan Sirekap menjelang pilkada serentak 2024.

Baca Selengkapnya

Cerita Mahfud Md Dongkol Putusan MK: Tapi Saya juga Marah Saat Jadi Ketua MK Tapi Diprotes

39 menit lalu

Cerita Mahfud Md Dongkol Putusan MK: Tapi Saya juga Marah Saat Jadi Ketua MK Tapi Diprotes

Mahfud Md bercerita soal dirinya yang dongkol saat MK menyatakan jika tak ada kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Soroti Potensi Masalah Sirekap di Pilkada, Ini Sederet Polekmiknya

4 jam lalu

Hakim MK Soroti Potensi Masalah Sirekap di Pilkada, Ini Sederet Polekmiknya

Hakim MK Arief Hidayat mewanti-wanti KPU soal permasalahan Sirekap di pilkada 2024. Arief mencontohkan Sirekap juga sempat menjadi polemik dalam sengketa pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

MK Bacakan Putusan Dismissal Sengketa Pileg pada 21-22 Mei

15 jam lalu

MK Bacakan Putusan Dismissal Sengketa Pileg pada 21-22 Mei

MK akan memberi tahu kelengkapan tambahan yang dibutuhkan dari pemohon jika perkara mereka lanjut ke pembuktian berikutnya setelah dismissal.

Baca Selengkapnya

Ketua MK Kritik Dokumen KPU Kurang Rapi di Sidang Sengketa Pileg 2024

18 jam lalu

Ketua MK Kritik Dokumen KPU Kurang Rapi di Sidang Sengketa Pileg 2024

Ketua MK itu berujar para kuasa hukum KPU juga harus memperhatikan aspek estetika dokumen, selain soal substansi.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Tanya Ketua KPU di Sidang Sengketa Pileg: Bapak Tidur Ya?

21 jam lalu

Hakim MK Tanya Ketua KPU di Sidang Sengketa Pileg: Bapak Tidur Ya?

Ketua MK Suhartoyo meminta keterangan Hasyim soal konversi sisa suara yang tidak menjadi kursi parlemen dalam Pileg 2024.

Baca Selengkapnya

Pakar Keamanan Siber Ingatkan Dampak Hoaks dan Deepfake yang Memanfaatkan AI

22 jam lalu

Pakar Keamanan Siber Ingatkan Dampak Hoaks dan Deepfake yang Memanfaatkan AI

Konten hoaks dan fenomena deepfake menjamur, terutama dengan AI yang semakin canggih dan kompleks.

Baca Selengkapnya

MK Tunda Pemeriksaan Delapan Sengketa Pileg 2024 di Papua Tengah

1 hari lalu

MK Tunda Pemeriksaan Delapan Sengketa Pileg 2024 di Papua Tengah

Papua Tengah menjadi wilayah dengan jumlah sengketa Pileg 2024 terbanyak di MK, dengan total 26 perkara.

Baca Selengkapnya

Saldi Isra Minta KPU Tandai Kantor Hukum yang Sering Ajukan Renvoi Alat Bukti

1 hari lalu

Saldi Isra Minta KPU Tandai Kantor Hukum yang Sering Ajukan Renvoi Alat Bukti

Saldi meminta kepada komisioner KPU, Mochammad Afifuddin, untuk menandai kantor masing-masing kuasa hukum karena seringnya mengajukan renvoi.

Baca Selengkapnya

Sengketa Pileg, KPU Tegaskan Tak Ada Pengalihan Suara Demokrat ke PKB di Dapil Jateng 5

1 hari lalu

Sengketa Pileg, KPU Tegaskan Tak Ada Pengalihan Suara Demokrat ke PKB di Dapil Jateng 5

Kuasa hukum KPU mengatakan, berdasarkan analisis hasil pemilihan, tidak ada penambahan suara sebagaimana yang dituduhkan Pemohon.

Baca Selengkapnya