Cerita PDIP Diduga Pernah Halangi KPK Geledah Kantor Hasto saat Usut Kasus Harun Masiku
Reporter
Andika Dwi
Editor
Linda novi trianita
Jumat, 14 Juni 2024 20:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Baru-baru ini, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam perkara suap Harun Masiku. Pemeriksaan yang dilakukan di Gedung Merah Putih KPK itu digelar pada Senin, 10 Juni 2024. KPK kembali menelusuri keterlibatan Hasto dalam perkara suap Harun Masiku yang juga merupakan politikus PDIP.
Adapun Hasto merupakan saksi keempat yang diperiksa setelah kasus ini kembali “hidup”. Sebelumnya, KPK telah memeriksa tiga orang yang disebut merupakan kerabat Harun Masiku. Mereka diperiksa terkait dugaan terlibat menyembunyikan keberadaan politikus yang masih berstatus buronan itu.
“Informasi yang didalami lebih jauh hampir semuanya sama, terkait informasi yang KPK terima mengenai keberadaan Harun Masiku yang diduga ada pihak yang mengamankan,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu, 5 Juni 2024.
Kasus suap yang menyeret nama Hasto ini terjadi pada November 2019. Saat itu, Saeful Bahri yang disebut-sebut sebagai orang dekat Hasto menjadi perantara untuk memberikan uang suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Uang haram tersebut diduga dipakai untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota parlemen menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Dalam laporan Majalah Tempo berjudul “Di Bawah Lindungan Tirtayasa” KPK disebut hampir menangkap Hasto. Namun pada akhirnya, tim penyidik urung menangkap Hasto meski telah memiliki bukti-bukti keterlibatan politikus PDIP tersebut dalam perkara Harun Masiku.
Selain itu, PDIP juga pernah disebut menghalang-halangi penyidik KPK untuk menggeledah ruang kerja Hasto dan kantor PDIP di Jalan Diponegoro, Nomor 58, Jakarta Pusat, pada Kamis, 9 Januari 2020.
Saat itu, petugas komisi antirasuah mengaku dihalangi petugas pengamanan partai ketika hendak menggeledah ruangan di kantor PDIP. Mereka juga dihalangi saat akan menyegel ruang kerja Hasto.
Pelaksana tugas juru bicara KPK kala itu, Ali Fikri, mengatakan mereka memang gagal memasang garis pengaman di kantor PDIP. Satuan pengamanan PDIP beralasan pemasangan garis pengaman ini membutuhkan persetujuan partai. Namun karena izin dari pejabat partai tak kunjung turun, petugas KPK pun balik kanan dengan tangan kosong.
Ketua PDIP kala itu, Djarot Saiful Hidayat membenarkan bahwa kantor partainya sempat akan digeledah penyidik KPK. Kendati demikian, ujar Djarot, para penyidik KPK tidak diizinkan menggeledah dengan alasan penyidik tak memiliki bukti-bukti.
“Kami menghormati proses hukum, tapi mereka tidak dilengkapi bukti-bukti yang kuat seperti surat tugas dan sebagainya," ujar Djarot.
Hasto pun membenarkan ihwal satuan pengamanan partai melarang penyidik KPK memasang garis pengaman. Menurut dia, surat penggeledahan merupakan tahap krusial dalam penegakan hukum. “Wajar kepala sekretariat kami menanyakan tentang surat,” kata Hasto seperti dikutip Majalah Tempo edisi 10 Januari 2020.
Hasto juga membantah PDIP menghalang-halangi upaya hukum yang dilakukan KPK. “Sesuai mekanisme yang ada, tanpa bermaksud menghalang-halangi yang dilakukan dalam upaya pemberantasan korupsi, surat perintah dan sejenisnya tidak dipenuhi,” ujarnya.
Pendapat berbeda datang dari Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Dia mengatakan petugas KPK sudah dilengkapi surat tugas saat hendak menggeledah kantor PDIP. “Surat tugasnya lengkap, tapi sekuriti (Dewan Pimpinan Pusat PDIP) harus pamit ke atasannya,” kata Lili pada Kamis, 9 Januari 20240.
Kesulitan menembus markas partai banteng pun tak berhenti di situ. Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK bersilang pendapat soal pengajuan izin penggeledahan. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengklaim telah mengajukan permohonan izin penggeledahan.
Namun disisi lain, Ketua Dewan Pengawas Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan justru pimpinan KPK belum mengajukan izin. “Omong kosong orang bilang Dewan Pengawas itu memperlama. Enggak ada. Kalau penggeledahan cukup satu izin untuk beberapa tempat,” ucapnya.
RADEN PUTRI | TIM TEMPO
Pilihan Editor: Di Bawah Lindungan Tirtayasa