IKAHI Sebut Pemerintah Masih Godok Revisi Aturan Soal Tunjangan dan gaji Hakim
Reporter
Amelia Rahima Sari
Editor
Linda novi trianita
Minggu, 22 September 2024 21:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (Ketum PP IKAHI) Yasardin menyebut tengah ada upaya untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan Dan Fasilitas Hakim Yang Berada Di Bawah Mahkamah Agung, beleid itu dinilai perlu segera direvisi untuk meningkatkan tunjangan dan gaji hakim.
"Hakim itu (gaji dan) tunjangannya sudah 12 tahun tidak pernah naik." kata Yasardin saat ditemui Tempo di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat pada Kamis lalu, 19 September 2024. "Sudah inflasi beberapa kali lipat, kemudian kebutuhan pokok dan lainnya sudah naik.
Ia menuturkan PP IKAHI telah berupaya memperjuangkan kesejahteraan hakim, begitu pula dengan Mahkamah Agung (MA). "Jadi kami sebetulnya enggak diam saja terhadap keprihatinan teman-teman di daerah."
Yasardin menjelaskan Ketua Mahkamah Agung, Muhammad Syarifuddin, telah bersurat kepada Presiden Joko Widodo agar kesejahteraan hakim diperhatikan. Surat itu dikirim pada Maret 2024 lalu. Dalam suratnya, ada delapan item yang diminta oleh MA, di antaranya kenaikan gaji pokok, tunjangan perumahan, tunjangan transportasi, tunjangan untuk tipikor, tunjangan hakim ad hoc, serta perubahan PP Nomor 82 Tahun 2021 yang mengatur tentang honorarium penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Setelah Presiden menyetujui usulan revisi PP Nomor 94 Tahun 2012, Kementerian Sekretariat Negara bersurat kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). Usai pembicaraan di Kemenpan RB tuntas, revisi beleid tersebut dibahas di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Dari delapan item yang diusulkan Mahkamah Agung, menurut Yasardin, ada lima hal yang disepakati dengan Kemenpan RB dan Kemenkeu. Kelimanya adalah gaji pokok, tunjangan jabatan, transportasi, sewa rumah, dan tunjangan kemahalan.
Yasardin menyebut pembahasan revisi PP 94/2012 sudah dibahas beberapa kali di Kemenkeu. Namun, kementerian yang dipimpin Sri Mulyani itu meminta beberapa kajian dan data dukung. MA kemudian telah menyerahkan kajian dan data dukung yang diminta.
"Sekarang tinggal kita menunggu persetujuan atau tanda tangan dari Bu Menteri Keuangan untuk menyetujui usulan itu," tutur hakim agung ini. Apabila Menteri Keuangan menyetujuinya, lanjut Yasardin, Mahkamah Agung akan menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP). Lebih lanjut, ia berharap usulan revisi beleid itu dapat disetujui Sri Mulyani dalam pekan depan atau sebelum pemerintahan baru terbentuk.
"Kalau pemerintahan baru nanti ya mungkin dia pejabat baru kan, Menteri Keuangan pejabat baru, enggak mau dia langsung tanda tangan. Tanya dulu 'apa ini?', dipelajari lagi," beber Yasardin.
Sementara itu Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, membenarkan pihaknya tengah menggodok revisi PP Nomor 94 Tahun 2012. "Betul, saat ini sedang berproses di Ditjen Anggaran," ujarnya kepada Tempo lewat aplikasi perpesanan, Sabtu, 21 September 2024.
Ia menuturkan ada empat usulan dalam revisi beleid tersebut. Ketika ditanya lebih lanjut soal empat usulan itu, ia mengaku tidak hafal. "Tapi, intinya gaji dan komponen tunjangan."
Prastowo, begitu ia disapa, mengatakan Ditjen Anggaran tengah berupaya melakukan asesmen terhadap empat usulan itu sekaligus. Ia mengklaim asesmen dilakukan sesuai prinsip proporsionalitas.
Lebih jauh, Prastowo tak menjawab secara gamblang kapan proses revisi PP Nomor 94 Tahun 2012 selesai berproses di Kemenkeu. Apalagi bulan depan sudah terbentuk pemerintahan baru. "Tentu diupayakan segera," ujarnya singkat.
Pilihan editor: Prabowo Janji Perbaiki Gaji Hakim agar Hukum Tak Bisa Dibeli, Respons Ganjar dan Anies?