“Kita laporkan temuan ini ke Pertamina, mungkin jawabannya sudah bisa keluar besok,” ujar Kepala BLH Kota Depok, Rahmat Soebagio, Rabu (03/03). Selain itu, Rahmat juga telah meminta kepada pemilik SPBU untuk membuatkan sumur pengganti bagi warga.
Hasil uji laboratorium tersebut juga telah diberitahu kepada warga RW 01, Kelurahan Tirtajaya selaku warga yang sumurnya tercemar bensin.
Akan tetapi, pernyataan tersebut dibantah keras oleh warga RT02/RW01, Kelurahan Tirtajaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok. Ramlan, 40, mengaku sampai hari ini sama sekali belum mengetahui hasil laboratorium yang menunjukkan bahwa air tercemar minyak. “Kita sama sekali belum dengar,” ujar pria yang sudah mengontrak di TRT02/RW01, keluarahan Tirtajaya selama 10 tahun ini.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Marta, 42 tahun. Ia berharap pihak BLH mau terbuka dengan hasil laboratorium tersebut. Penjelasan yang dibutuhkan warga hanyalah apakah air tersebut tercemar atau tidak. Apalagi akibat pencemaran air tersebut, setiap tiga hari sekali Marta harus mengeluarkan puluhan ribu rupiah hanya untuk membeli air isi ulang. Air isi ulang tersebut digunakan untuk memasak dan minum. Sedangkan air sumur, sampai saat ini hanya digunakan untuk mandi dan mencuci.
Mengenai sumur pengganti yang telah dibuat oleh pemilik SPBU, Marta mengaku bahwa pembuatan sumur tersebut tidak menyelesaikan masalah pencemaran yang terjadi. Karena untuk memancing air sumur agar naik harus menggunakan listrik di mana biaya listrik tersebut harus dibayar oleh pemilik sumur. Kebetulan sumur yang dibangun oleh SPBU dibangun dekat rumah Ketua RW dan yang membayar biaya listriknya adalah RW setempat. Akibatnya sumur tersebut tidak bisa dimanfaatkan untuk semua Kepala keluarga.
Marta berharap ke depannya agar pihak pemilik SPBU 34-16416, yang terletak di Jalan Tole Iskandar memiliki iktikad baik dengan mendatangi warga secara langsung guna membicarakan permasalahan ini. “Selama kasus ini terjadi, kita nggak pernah diajak bicara langsung,” ujarnya.
Menurutnya solusi yang lebih tepat untuk penyelesaikan kasus ini ialah pihak SPBU membuat tower air yang airnya dialirkan ke rumah-rumah warga. Biaya pembuatan tower dan listriknya ditanggung oleh pemilik SPBU. “Kita pinginnya air yang ngalir ke rumah kita bersih kayak dulu lagi dan kita nggak mau keluar dana, karena yang cemarin air kita kan sana,” katanya.
Kasus pencemaran ini bermula ketika pada Februari lalu, warga RT02/RW01 mengeluhkan air sumur mereka yang berbau bensin. Akibatnya, air tersebut tidak dapat dikonsumsi lagi. Mereka menduga air tersebut tercemar dari SPBU yang terletak di Jalan tole Iskandar. Adapun warga yang sumurnya tercemar minyak adalah mereka yang tinggal di belakang SPBU ini. Pihak Badan Lingkungan Hidup kemudian mengirimkan sampel air ke Laboratorium Migas.
TIA HAPSARI